Sabtu, 15 Maret 2014

My Love Lee

Diposting oleh My diary di 04.39
Monique, sang resepsionis berambut merah itu membungkuk sesaat sebelum meninggalkan ruangan, meninggalkan Claire berdua dengan atasannya yang arogan dan tak tahu sopan santun. Bagaimana tidak, pria ini tidak mengucapkan terima kasih kepada resepsionisnya tersebut, bahkan tidak menoleh sedikitpun dan memutar kursinya untuk memandangi wajahnya.
“Apa kau tahu kenapa aku memanggilmu kemari?” Tanya pria itu dingin
Dengan segala keberanian yang dimiliki Claire, ia menjawab “Sejujurnya saya kurang mengerti, tetapi dari pesan yang saya terima, saya harus menghadap anda untuk melakukan wawancara kenaikan pangkat”
“Ya, kau benar. Sekarang katakan padaku jabatan apa yang kau inginkan?” Pria itu masih dalam posisi yang sama, membiarkan Claire berbicara dengan punggungnya yang menempel pada sandaran kursi putarnya yang besar. “Kalau kukatakan kau akan bekerja mendampingiku kemana pun aku pergi sebagai sekretaris pribadi, apa kau menerimanya?” sambungnya saat Claire tidak menjawab pertanyaannya.
“Saya yakin anda tidak benar-benar menginginkan saya sebagai sekretaris pribadi. Sebaiknya anda berikan penawaran ini pada orang lain yang lebih membutuhkan” Claire mendengus kesal, menilai ada kekurang ajaran dari tawaran atasannya “Permisi”
“Tunggu” Pria itu berkata sambil bangkit dari duduknya dan memutar ke arah Claire. memberi kesempatan pada Claire untuk memandangi wajahnya.
“Lee?” Claire menjerit.
Di luar dugaannya, pria tersebut, tuan Lee, tersenyum hangat, berbeda jauh dari kata-kata dingin yang baru saja dilontarkannya. “Claire” sapanya lembut.
Claire tertegun sejenak melihat senyum tulus yang mengembang saat pria itu menggumamkan namanya. “Sudah kuduga kau masih ingat padaku” gumam Lee. Tatapannya lurus ke mata coklat Claire, mencari-cari secercah harapan, kalau-kalau kepingan hatinya yang telah lama hilang masih tertancap kuat di sana.
Aku tidak akan pernah melupakanmu! Jerit Claire dalam hati. Ia membalas tatapan Lee dengan hati-hati, mencari beribu alasan untuk tidak mengagumi mata abu-abu yang pernah membuatnya percaya.
“Bagaimana kabarmu?” Tanya Lee, berusaha mencairkan suasana.
“Baik” sahut Claire singkat dengan ekspresi datar dan tak terbaca “Kau sendiri?”
“Lelah menunggu seseorang, tapi aku baik-baik saja”
Claire tercenung sesaat, tiba-tiba bayangan masa lalu menghampirinya, membuatnya pucat dan menggigil. Ia menarik nafas panjang, mencoba mengusir bayangan itu, namun gagal. Dengan segala tekat ia memutuskan untuk bangkit dan meninggalkan ruangan itu.
Lee yang melihat ketakutan dan kebencian di mata Claire berusaha mencegahnya pergi dari ruangannya. Ia menggamit sebelah lengan Claire, membuat Claire menoleh dan menepis tangannya dengan kasar.
Claire menatap Lee dengan penuh emosi, membuat Lee berjingkat mundur selangkah “Saya masih memiliki banyak pekerjaan Tuan Lee” gumamnya tajam “Dan tempat saya bukan di sini” Claire berlalu dengan cepat, meninggalkan Lee yang sengaja melepasnya.
***
10 tahun yang lalu
“Kau dimana?” Tanya Claire setengah panik melalui ponselnya
“Aku di sini” goda Lee, membuat Claire tersenyum masam.
“Kalau kau tidak mengatakannya, aku tidak mau meminjamkan catatan tugasku lagi”
“Hei tenang Claire, apa kau selalu panik saat aku tidak ada. Aku ada di perpustakaan” Lee menjawab dengan tenang. Meskipun Claire tak dapat melihatnya, ia dapat merasakan ada senyum tulus di balik perkataan Lee.
 “Ah, berani bertaruh kau pasti sedang bermain game di sana” sahut Claire bersungut-sungut.
“Kau selalu begitu Claire, memperhatikanku setiap detailnya” Lee terkekeh “Internet di sini sangat cepat dan lancar, tempat duduknya nyaman pula. Mungkin aku akan tinggal di sini saja selamanya”
“Kau bercanda. Kelas akan dimulai 10 menit lagi. Cepat kembali kalau kau ingin namamu masuk dalam daftar hadir Mr Jacob”
***
Kelas telah berakhir, namun tak satupun mahasiswa meninggalkan ruangan. Claire masih sibuk merapikan buku dalam tasnya, saat semua manusia yang ada di ruangan ini tiba-tiba mengelilinginya. Seperti dia adalah pusat lingkaran.
“Kami ingin berbicara denganmu” kata salah satu dari mereka, akhirnya.
Claire bingung, menatap kumpulan manusia di depannya. Mereka semua adalah teman-teman Claire, yah setidaknya itulah anggapan Claire selama ini, meskipun tak satupun dari mereka benar-benar memperhatikannya. Kecuali Lee, hanya dialah satu-satunya sahabat dan orang terdekat Claire. Persahabatan mereka tanpa pamrih, Meski tanpa diminta, Claire akan senang membantu Lee, dan Lee yang akan menjaga Claire dengan tulus. Selama ini Claire hanya mengira satu hal yang membuatnya dijauhi teman-teman, Claire terlalu pintar. Ya, ini agak aneh mengingat biasanya mahasiswa pintar pasti akan didekati teman-temannya untuk meminta tolong, toh Claire tidak pernah menolak jika mereka meminjam catatannya atau bahkan menyalin tugasnya.
“Mulai besok kami tidak ingin melihatmu lagi memakai rok dan berdandan seperti ini” kata salah satu lainnya, sambil memandang rendah ke arah Claire.
Kenapa? Apa yang salah dengan penampilanku? Tanya Claire dalam hati
“Seharusnya kau tahu peraturan dasar yang tidak tertulis mengenai sopan santun. Mahasiswi jurusan ini tidak diperbolehkan menggunakan pakaian mencolok sepertimu. Dan juga make up yang kau kenakan terlalu tebal, seperti wanita penjual diri”
Claire tercengang mendengar pernyataan teman-temannya. Mereka baru saja mengatainya sebagai wanita penjual diri. Hati Claire sakit, benar-benar tidak menyangka bahwa alasan mereka menjauhinya adalah karena hal sepele. Mereka menjauhinya karena ia cantik. Ini konyol, ia sering membaca novel tentang perempuan yang tidak percaya diri dan sering di bully hanya karena fisiknya yang tak sempurna. Sekarang yang terjadi padanya adalah sebaliknya, ia dijauhi karena ia cantik. Apa salahnya jika ia terlahir seperti ini? Claire memang selalu memakai gaun dan rok jika ke kampus, tapi ia merasa tidak pernah berdandan menor. Ia hanya menggunakan pelembab bibir bewarna natural, bahkan hampir tidak terlihat kalau ia mengenakannya kecuali bibirnya yang terlihat sedikit basah. Ia bahkan tidak memakai bedak, hanya pelembab tabir surya yang menghalangi kulit wajahnya dari sinar matahari. Rambutnya juga selalu dikuncir ke belakang, tanpa pernah sekalipun ia urai apalagi merubahnya dengan model-model terkini. Ia adalah gambaran gadis sederhana, jauh jika dibandingkan dengan mahasiswi dari fakultas lain yang bahkan mencukur alisnya atau memakai sepatu hak tinggi. Claire tidak berdandan seperti itu, tapi anehnya teman-temannya keberatan. Dan yang lebih aneh lagi mereka semua adalah laki-laki. Pria mana yang menolak melihat wanita cantik di hadapannya, meskipun Claire memang tidak bermaksud menggoda mereka.
“Dan juga karena prestasimu yang terlalu unggul. Kami tidak suka kau menjadi yang terbaik, karena itu seharusnya dipegang mahasiswa laki-laki. Dari tahun ketahun kami lah mayoritas di sini. Perempuan sepertimu tidak berhak menjadi yang terbaik”
Bagai ditusuk sembilu, hati Claire semakin nyeri mengetahui kenyataan ini. Oh, penyebab ia dijauhi dan dibenci hanya karena ia pintar, cantik, dan ia satu-satunya mahasiswi yang ada di kelas ini. Hanya karena ia perempuan!
Omong kosong apa ini?! Claire memaki dalam hati.
Ia melirik ke arah Lee, berharap Lee akan membelanya. Ia yakin jika sahabatnya itu berdiri di sana untuk membelanya. Tapi di luar dugaan Lee hanya terdiam, seakan mengamini setiap perkataan teman-temannya. Hancur sudah pertahaan Claire, ia menangis tersedu-sedu di hadapan puluhan laki-laki yang mengelilinginya, memandanginya dengan tajam. Dan saat tangisnya semakin meledak, kumpulan itu perlahan membubarkan diri, dengan dingin, tanpa sepatah katapun, meninggalkan Claire sendirian. Ya, benar-benar sendirian, ia tidak memiliki siapapun lagi di kampus ini. Bahkan Lee pun tidak.
***
Suara dentingan sendok yang beradu dengan cangkir terdengar dari pojok lain di lantai gedung ini. Lantai yang sama dengan kantor yang baru saja dimasuki Claire. Claire mengaduk tehnya dengan malas dari meja kerjanya yang sempit. Maklum, sebagai staff berpangkat rendah ia hanya memiliki tempat di kantor berupa bilik berukuran 1x1meter. Hanya cukup untuk menampung satu meja kecil dengan 1 komputer di atasnya. Bahkan ia merasa bilik warnet di dekat rumahnya masih lebih besar dari ini. Namun ia cukup betah bekerja di perusahaan ini, gajinya lumayan meski pekerjaannya hanya sebatas memasukkan data ke dalam database perusahaan. Pekerjaan remeh, namun hanya orang yang diberi tanggung jawab dan kepercayaan yang dapat melakukannya.
Kepalanya pening memikirkan kejadian tadi pagi, aroma teh hijau belum mampu mengusir gejolak perasaan yang saat ini ia alami. Ia sama sekali tidak menyangka jika Lee, sahabatnya semasa kuliah adalah atasannya. Ia sering mendengar cerita tentang pria tampan misterius yang menjadi CEO perusahaan ini. Tidak semua karyawan pernah bertatap muka dengannya, membuat keberadaannya semakin misterius. Itulah sebabnya, Claire tidak pernah mengetahui jati diri dari tuan Lee sesungguhnya. Betapa terkejutnya ia mengetahui bahwa tuan Lee yang menggajinya selama ini adalah sahabatnya dulu semasa kuliah, atau setidaknya pernah menjadi sahabat.
Alih-alih meminum tehnya, ia malah menopang dagunya dengan malas dan memandang asap yang mengepul dari cangkir tehnya. Sesosok tangan maskulin mengambil cangkir tehnya, mengangkatnya dan menyesapnya hingga menimbulkan bunyi keras.
“Kau…” Claire mendongak, hendak memperingatkan dengan halus saat pria itu menyentuh pundaknya, namun benda berkilau yang melingkar di jari manis pria itu membuat emosinya kembali memuncak “Kau sudah menikah. Jangan sentuh aku!” ia menepis tangan pria itu dengan sekali sentakan.
“Oh ini, memang ini cincin perkawinan. Tetapi sekarang tidak penting lain” gumam Lee serak, mencemooh dirinya sendiri. Tiba-tiba saja ia sudah berdiri dan bersandar pada salah satu bilik yang memisahkan tempat kerja Claire dengan rekan di sebelahnya “Cincin ini hanya alat untuk mencegah wanita lain mendekatiku” ia tertawa hambar, membuat Claire memandanginya curiga. “Kalau kau ingin tahu aku sudah bercerai. Perceraian dimana kedua belah pihak sama-sama diuntungkan”
“Itu kesalahanmu, bukan urusanku” gumam Claire pedas.
“Mungkin, tapi kesalahan terbesarku adalah membiarkan orang yang ku cintai berjuang sendirian” Lee menatap lurus-lurus Claire “Aku meninggalkannya saat dia membutuhkanku”
“Tidak. Kesalahan terbesarmu adalah membiarkanku jatuh cinta dan berharap padamu” Claire terkejut karena ia mengatakan isi hatinya. Ia menutup mulutnya yang menganga, berharap bisa menarik kata-katanya kembali.
“Aku tahu. Aku juga tidak berharap kau mau memaafkanku” Lee memalingkan wajah dengan sedih ”Tapi setidaknya berikan aku kesempatan untuk mencobanya”
“Kau salah kalau mengira aku tidak memberimu maaf” mata Claire berkaca-kaca “Aku memaafkanmu Lee, tapi aku tidak akan pernah melupakan apa yang kau lakukan. Itu sama saja berharap ada sebagian otak ku yang hilang, dan bagian itu adalah memori saat mengenalmu”
“Tolong aku Claire, aku tersiksa” Bisik Lee seolah kesakitan.
“Sudah 10 tahun berlalu dan kau baru bilang membutuhkanku. Kau terlambat Lee, terlambat!” teriak Claire parau. Ia tidak peduli saat ini mereka tidak sedang berdua, banyak karyawan lain di sekitar mereka.
“Tidak, aku yakin aku belum terlambat. Kau belum menikah Claire” Lee menggenggam tangan Claire tanpa bisa ditolak, namun Claire masih enggan memandangnya “Claire” panggilnya lirih sekali lagi.
“Itu bukan urusanmu” Dibutakan oleh kemarahan, Claire mendorong Lee dengan keras, membuat Lee tersungkur ke lantai. Pemandangan itu membuatnya puas sesaat, melihat beberapa karyawan lain menatap heran ke arah Lee yang kesakitan. Beberapa saat Claire memandanginya, namun Lee belum juga bangun. Dengan ragu-ragu ia menghampiri Lee. Betapa terkejutnya ia melihat sebelah kaki Lee terbuat dari bahan seperti fiber. Ia mengenakan kaki palsu!
“Apa.. apa yang terjadi dengan kakimu” suara Claire tercekat di tenggorokan.
“Hanya kecelakaan kecil” Lee tersenyum pedih “Di hari itu aku sedang mengendara ke suatu tempat untuk meminta maaf darimu dan melupakanmu. Tapi aku tak kan pernah sampai disana. Langkahku terhenti karena sebuah truk menghantam mobilku dari depan. Aku beruntung masih hidup. Tapi yang membuatku sedih adalah aku tidak dapat menghadiri pernikahan sahabatku”
Claire menunduk, mata mereka kini bertatapan. Claire tidak dapat menahan air matanya lagi. Ia mengelus pipi Lee dengan mata terpejam.
“Ya Claire, aku berusaha datang ke pesta pernikahanmu” sambung Lee getir “Meskipun kau tidak mengundangku, aku berharap bisa melihatmu bahagia, diam-diam mengintipmu dari kejauhan saat kau mengucap janji pernikahan. Tapi itu tak pernah terjadi. Aku menyesal setengah mati terbaring di rumah sakit berminggu-minggu tanpa pernah mengatahui kabarmu. Katakanlah aku jahat, tapi aku senang tak lama kemudian aku mengetahui pria brengsek itu tidak hadir saat itu, membuatmu batal menikah. Sejak saat itu aku bertekad untuk mencarimu dan mencoba membangun semuanya dari awal”
“Lee” suara Claire bergetar saat memanggil namanya, tersedak oleh tangisan yang dalam.
“Tidak Claire, aku tidak berusaha mencari simpatimu. Aku hanya ingin mencoba memahami isi hatimu. Aku hanya ingin tahu apakah rasa sayang dan cintamu masih ada pada. Aku tahu kau begitu Claire, kita saling menyukai sejak persahabatan kita dimulai. Tapi tak satupun dari kita mengatakannya. Aku menyesal aku hanya menjadi lelaki pengecut, aku tidak pernah mengatakan perasaanku padamu hingga membuatmu merasa dipermainkan. Aku juga tidak membelamu di depan teman-teman kita”
“Ralat. Teman-teman mu, bukan kita!” sahut Claire ketus.
“Tidak juga” Lee tertawa kecil melihat ekspresi Claire yang berubah dengan cepat “Mereka hanya kumpulan orang-orang tersesat yang kolot. Masih saja memuja teori lama tentang pria yang bisa segalanya. Padahal wanita juga berhak mendapat kesempatan yang sama dalam dunia pendidikan. Mereka orang-orang aneh”
“Kau berkata begitu karena saat ini kau bersamaku. Coba dihadapan mereka, kau pasti memaki ku habis-habisan”
“Aku hanya berpura-pura baik di hadapan mereka agar mereka tidak menyakitimu lebih jauh”
Menyakitiku lebih jauh? Claire bertanya dalam hati. Apa ini ada hubungannya dengan terror yang ia terima sewaktu kuliah? Setelah ‘persidangan’ yang ia alami ia sering mendapati benda aneh dalam loker kampusnya, namun kejadian itu terhenti secara perlahan. Dan secara perlahan pula Lee menjauhinya, sampai pada akhirnya mereka sama sekali tak saling menyapa satu sama lain. Claire dan Lee selalu berada dalam satu kelas, namun tak satupun kata terucap dari mulut mereka untuk berbicara seperti dulu. 2 tahun terakhir di perkuliahan mereka habiskan dalam diam, seperti tak saling mengenal.
“Luka ini bisa sembuh, meskipun tak sempurna. Tapi ini…” Lee meraih sebelah tangan Claire dan meletakkannya di depan dadanya” tidak akan sembuh sampai seseorang menyempurnakan hidupku”
Lee memejamkan mata, berusaha menyembunyikan air mata. Kumohon, terima tawaranku Claire Lee menjeritkan permohonan dalam diam. Seolah mengerti isi hati Lee, Claire menjawab “Aku tidak bisa menjadi sekretaris pribadimu. Apa kata orang jika staff rendahan sepertiku tiba-tiba naik pangkat menjadi orang kepercayaanmu”
“Yah, kurasa jadi istriku sudah cukup” Lee mengelus puncak kepala Claire dengan sayang “Kau tidak perlu bekerja lagi, duduk manislah di rumah dan tunggu aku pulang sambil mengomel seperti biasa” perkataanya barusan mau tidak mau membuat Claire tertawa kecil.
“Apa itu berarti kau melamarku?” Tanya Claire ragu.
“Jika kau menerima keadaanku apa adanya. Dan juga…” Lee mengangkat bahu pedih “Aku masih suka bermain game seperti dulu, apa kau tidak keberatan punya suami sepertiku?”
“Kurasa aku tidak perlu mengatakannya” Claire meraih Lee, mendekatkan diri padanya. Mereka berpelukan dalam keadaan duduk, tidak menghiraukan pandangan puluhan pasang mata yang penasaran dengan apa yang terjadi. Atasan mereka yang jarang terlihat, belakangan diketahui karena ia mempunyai cacat fisik yang menyebabkannya kesulitan berjalan sehingga memilih untuk tidak sering menampakkan diri di depan umum, kini tengah bermesraan dengan salah satu karyawannya.
“Aku mencintaimu Claire” gumam Lee sambil mencium kening Claire

Claire mendongak dan menatap wajah pria yang dicintainya ini dengan kasih “Ya, aku juga. You’re my love, Lee”

0 komentar:

Posting Komentar

 

♥ Baineth's diary Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea