Kamis, 31 Juli 2014
Sabtu, 14 Juni 2014
Review - Everlasting : Cinta Tak Akan Pernah Lupa -
Everlasting : Cinta Tak Akan Pernah Lupa
Penulis | : Ayu Gabriel @Ayu_Gabriel |
ISBN | : 978-602-7572-25-6 |
Tanggal Terbit | : 4 Apr 2014 by @Stiletto_Book |
Jumlah Halaman | : 323 halaman |
Blurp :
Kayla,
22 tahun, jatuh cinta kepada Aidan. Setiap kali Aidan yang punya bokong seksi
itu lewat di depannya, Kayla langsung belingsatan. Namun, Kayla tidak tahu
bagaimana caranya menunjukkan perasaannya karena Aidan adalah bos di
kantornya—usianya lebih tua 11 tahun. Ia hanya bisa mengamati dari jauh secara
diam-diam sambil mencatat semua hal tentang Aidan di sebuah buku rahasia.
Ketika Kayla sedang
berusaha merebut hati bosnya itu, Dylan, cinta pertama Kayla, tiba-tiba muncul.
Kayla sebenarnya sudah lupa siapa Dylan karena dia pernah bersumpah untuk tidak
mengingatnya lagi semenjak Dylan dan keluarganya pindah dari Jakarta, 10 tahun
lalu. Keinginannya terkabul. Ia tidak ingat sama sekali tentang Dylan atau
cinta mereka. Dylan pun memutuskan untuk mendapatkan kembali cinta Kayla yang
ia yakini masih bersemayam di hati gadis itu kalau saja ia bisa mengingatnya.
Review :
Ini adalah cerita tentang Kayla yang naksir bosnya, si Aidan
berbokong seksi. Awalnya, aku sempat ragu dengan julukan bokong seksi. Memang seseksi
apa sih bokong seorang cowok di mata cewek? Ntar ujung-ujungnya jadi cerita
vulgar gimana dong? Aduh jadi males baca ginian. Tapi eits.. ternyata si bokong
seksi ini cuma nongol bentar-bentar doang kok. Ya cuma jadi bumbu pemanis gitu deh,
karena yang dibahas adalah kekonyolan-kekonyolan yang dihadapi Kayla ketika
berhadapan dengan si bokong seksinya ini.
Yang bikin aku kesel di cerita ini adalah karakter si Aidan. Awalnya
Aidan terlihat cuek dan nggak ngebelain Kayla di depan Jessica, sesama karyawan
di kantor Kayla yang hobi banget usilin Kayla. Sebagai bos yang baik,
seharusnya dia kan belain Kayla karena Kayla lebih berprestasti gitu lho. Tapi ya
sudah lah, mungkin si Aidan nggak tahu. Tapi pas Kayla dengan mulai
terang-terangan menunjukkan kalau dia suka Aidan, eh Aidannya malah tiba-tiba
tunangan dengan cewek lain. Doeeeeng… ini cowok bikin gemes banget. Pengen aku lempar
dari gedung lantai 30 karena sudah seenak jidatnya mempermainkan Kayla. Padahal
Kayla sampai rela melakukan beberapa perubahan pada dirinya demi si bokong
seksinya ini. Asal tau aja ya, si Aidan ini kemdian sempat memutuskan
pertunangannya dan berniat untuk ngejar Kayla yang dia tau masih menyimpan rasa
untuknya. Semacam aji mumpung begitu. WHAT!? Sumpah, ini orang plin-plan
banget!
Lalu tentang Dylan, masa lalu Kayla yang dia nggak ingat sama
sekali. Yang ini agak ganjil sebenarnya, gimana orang yang pernah dekat dengan
kita tiba-tiba menghilang begitu saja dari ingatan. Tapi untungnya, di novel
ini diceritakan juga alasan kenapa Kayla lebih memilih untuk menghilangkan
ingatannya tentang Dylan beserta keluarganya. Dan Dylan yang masih memendam
rasa cinta pada Kayla, berusaha untuk membuat Kayla tertarik lagi padanya. Meskipun
dia tahu Kayla sudah terlanjur terpikat dengan Aidan, pemilik bokong seksi nan
menggemaskan itu (menurut Kayla sih, menurutku.. euwh).
Nah lho, kalau gini
ceritanya, terus Kayla akhirnya jadian sama siapa dong? Penasaran? Ya baca bukunya
dong ah. Masa aku ceritain di sini. Emangnya aku tukang dongeng :D mihihi…
Kelebihan :
Ada beberapa kuote, ehm…
atau lebih tepatnya disebut potongan scene kali ya, soalnya lebih dari beberapa
kalimat dan kuote, yang aku suka banget. Kalimatnya sebenarnya klise, tapi
entah kenapa karena gaya bahasanya Mbak Ayu Gabriel kalimat ini jadi fresh lagi
dan mengena banget di hati. Kalau kata Tompi sih, menghujam jantungku *halah
lebaaay*
Dylan to Kayla : “Kamu
menyakiti diri kamu seperti ini hanya untuk mengesankan seorang laki-laki?”
“Jadi, laki-laki itu
baru bisa menyukai kamu kalau kamu punya tato, begitu?” “Dia nggak bisa nerima
kamu apa adanya?”
“Apanya yang aku nggak
ngerti? Demi mendapatkan laki-laki itu kamu mau melakukan hal-hal yang nggak
masuk akal. Kamu bahkan nggak peduli kalau harus membahayakan diri kamu sendiri untuk hal-hal yang nggak penting seperti itu?” “Itu bukan cinta. Kalau iya,
laki-laki itu pasti bisa menerima kamu dengan semua kelebihan dan kekurangan
kamu,” “Tahu nggak, you’re obsessed!”
Aduh so sweet banget
nggak sih perhatiannya Dylan ini.
Terus percakapan antara
Kayla dan Pira -sahabatnya, saat membicarakan rencana kencan pertama Kayla dengan
bosnya yang berbokong seksi itu di acara 'Penanaman 10.000 Pohon'.
Pira to Kayla : “Elo
kan butuh tenaga buat besok. Apalagi pakai acara nyangkul-nyangkul segala. Bikin
kencan aja kok yang repot begitu. Whatever
happened to candlelight dinner?”
Kayla to Pira : “Ya
nggak lah. Lubangnya udah ada kok, kita tinggal tanam pohonnya aja,”
Pira to Kayla : Tapi
tetep aja lo butuh tenaga. Ini kan acara outdoor,
lo mesti bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Mana panas lagi. Kencan
berikutnya apa? Ngeruk kali Ciliwung?”
Menurutku ini salah
satu scene yang bikin aku ngakak sendiri. Hell,
kencan sambil ngeruk kali Ciliwung? xD
Si Saphira ini memang rada sensi sama hubungan
Kayla + Aidan, tapi sebagai sahabat, dia sih mau-mau aja bantuin Kayla. Padahal
sebenarnya menurut Pira, Kayla lebih cocok dengan Dylan, someone with a spark, begitu Pira menyebut Dylan.
Atau scene *masih
antara Kayla dan Pira* mengenai hasil kencan Kayla dengan Aidan.
Kayla to Pira : “I’m not good enough for him. Pantesan dia
nggak pernah memperhitungkan gue,” “Tapi gue bakal buktiin sama dia kalau gue
bukan anak manja yang cuma bisa ngabisin duit orangtua. Gue bakal buktiin kalau
gue bukan orang yang lembek dan lemah,” “Kalau gue gabung sama Peace Corp atau
Red Cross International, gue bisa dikirim ke Somalia ngurusin anak-anak
terlantar di sana. Atau ke Haiti, Jalur Gaza-”
Pira to Kayla : “Terus disuruh mungutin
potongan tangan atau kaki yang tercecer di mana-mana. Emang lo berani?”
Si Pira ini asli somplak
banget. Padahal niat Kayla curhat kan buat cari dukungan. Lah dia malah jatuhin
mental Kayla, pakai bawa-bawa potongan tangan dan kaki segala. Hiiiih ngeri
nggak sih?
Udah, itu aja sih yang
bisa aku tulis. Nanti kalau kebanyak, bisa jadi spoiler kan :D so, baca aja
sendiri bukunya ya! dijamin nggak nyesel ;)
Koreksi :
Buat mbak-mbak
editornya Stiletto yang kece, pembaca stiletto yang juga kece ini menemukan
beberapa typo. Sedikit sih, tapi terlanjur ketauan mata, apa boleh buat. Terpaksa
saya beberkan di sini xD
Halaman 63 line 2
Ini jamnya yang lupa ditulis angkanya? Atau memang kata jamnya terlalu banyak ya? Atau emang aku-nya aja yang nggak mudeng sama maksud dari kalimatnya :D
Halaman 13 line 1
Mungkin maksudnya “analisisnya”
hehe…
Overall, buku ini recomended dibaca sebagai hiburan. Nggak ada adegan yang bikin mewek-mewek, yang ada malah ngakak-ngakak. Dari 5 bintang, aku berani kasih...
Cling cling cling...
Cling cling cling...
★★★★☆
4/5
4/5
Categories
Book Review,
GiveAway,
My tought
Kamis, 22 Mei 2014
Mencoba peruntungan dengan menulis
Kira-kira sebulan yang lalu, ada pengumuman lomba novela yang diadakan oleh salah satu cabang penerbit mayor di Indonesia. Nah, di situ saya mikir, ikut nggak ya? Sempat mikir berkali-kali karena memang saya bukan penulis. Menulis pun bagiku cuma buat hiburan, belum ada niatan serius. Tapi lama kelamaan, ah coba dulu deh, siapa tahu dapat hadiah gitu. Kan lumayan, kalau tulisan perdanaku (sebenarnya nggak perdana-perdana amat) dapat hadiah sebagai apresiasi dari nongkrongku berjam-jam di depan laptop.
Dan eng ing eng, saya nggak menang xD
Well, berarti memang belum rejeki. Tapi ada satu pelajaran penting yang saya dapat. Bahwa menulis itu memang butuh latihan. Bukan sehari dua hari, tapi bertahun-tahun. Jadi kalau aku nggak menang hari ini, atau besok ya mungkin bulan depan atau tahun depan. Karena semuanya memang butuh waktu. Buktinya adalah yang menang kemarin rata-rata para blogger (kata salah satu komentator di situs jejaring sosial). Berarti jam terbang mereka sudah padat kan? Bukan anak baru kemarin yang tiba-tiba VOILA! jadi penulis hebat.
Tulisanku juga masih kacau balau. Ejaan banyak yang salah, tanda baca banyak yang skip dan nggak pada tempatnya. Belum lagi ide cerita yang nggelambyar kemana-mana, endingnya nggak pas dan sederet kekurangan lainnya. Tapi itu semua bisa diperbaiki kalau aku sering menulis. Jadi ya sudah lah, kalau begitu aku akan tetap menulis apa pun yang aku sanggup tulis, sebagai pembelajaran. Karena tujuanku menulis itu menghibur diri, refreshing dari segala hiruk pikuk sosial yang ada di sekitarku. Sama seperti orang nonton, main bola, ngemil dan lainnya yang bersifat menghibur diri sendiri.
Selama itu juga aku harus banyak baca novel atau buku yang aku anggap menarik. Karena membaca dan menulis itu hubungannya sejajar. Dalam arti, semakin banyak membaca, maka semakin banyak pengetahuan yang kita dapat, semakin lancar kita menulis. Jadi jangan sekali-sekali malu kalau selama ini kita hanya menjadi silent reader. Yah, siapa tahu ada hidayah yang mampir dan membuat kita bergerak untuk menulis. Siapa yang tahu kan? :D
Tetap lakukan apa yang membuatmu senang, dan selamat menulis!
Dan eng ing eng, saya nggak menang xD
Well, berarti memang belum rejeki. Tapi ada satu pelajaran penting yang saya dapat. Bahwa menulis itu memang butuh latihan. Bukan sehari dua hari, tapi bertahun-tahun. Jadi kalau aku nggak menang hari ini, atau besok ya mungkin bulan depan atau tahun depan. Karena semuanya memang butuh waktu. Buktinya adalah yang menang kemarin rata-rata para blogger (kata salah satu komentator di situs jejaring sosial). Berarti jam terbang mereka sudah padat kan? Bukan anak baru kemarin yang tiba-tiba VOILA! jadi penulis hebat.
Tulisanku juga masih kacau balau. Ejaan banyak yang salah, tanda baca banyak yang skip dan nggak pada tempatnya. Belum lagi ide cerita yang nggelambyar kemana-mana, endingnya nggak pas dan sederet kekurangan lainnya. Tapi itu semua bisa diperbaiki kalau aku sering menulis. Jadi ya sudah lah, kalau begitu aku akan tetap menulis apa pun yang aku sanggup tulis, sebagai pembelajaran. Karena tujuanku menulis itu menghibur diri, refreshing dari segala hiruk pikuk sosial yang ada di sekitarku. Sama seperti orang nonton, main bola, ngemil dan lainnya yang bersifat menghibur diri sendiri.
Selama itu juga aku harus banyak baca novel atau buku yang aku anggap menarik. Karena membaca dan menulis itu hubungannya sejajar. Dalam arti, semakin banyak membaca, maka semakin banyak pengetahuan yang kita dapat, semakin lancar kita menulis. Jadi jangan sekali-sekali malu kalau selama ini kita hanya menjadi silent reader. Yah, siapa tahu ada hidayah yang mampir dan membuat kita bergerak untuk menulis. Siapa yang tahu kan? :D
Tetap lakukan apa yang membuatmu senang, dan selamat menulis!
Categories
My tought
Selasa, 06 Mei 2014
I'm an Introvert and no problem
Dear friend...
Jangan sekali2 menanyakan pada orang Introvert hal2 seperti "kamu ngambek? kok diem aja sih?"
Sejatinya orang Introvert memang 'ahli' dalam hal kesunyian, karena itu diamnya mereka adalah biasa, bukan berarti mereka tidak peduli atau tidak senang akan sesuatu, mereka diam karena mereka memikirkan sesuatu itu.
Misalnya jika seorang Ekstrovert sedang bercerita :
"Eh, kemarin aku beli jeruk lho di supermarket, harganya sekian, trus ada diskon, jadi aku beli deh 3 kilo. Trus-trus di supermarket aku ketemu cowok ganteng dan kita kenalan dan blablabla"
Seorang Introvert hanya akan diam dan mendengarkan, otaknya cenderung berpikir : "Masa sih harga jeruk sekian, prasaan kemarin aku lihat di pasar harganya sekian. Jeruk 3 kilo apa gak kebanyakan kalo dimakan sendiri? Kok bisa sih kenalan sama orang asing begitu mudah. Jangan2 dia playboy lagi, jangan2 dia begini, begitu dan blablabla"
Seorang Introvert juga tidak menyukai keramaian. Jadi jangan pernah memaksa mereka ke pesta atau ke mall beramai-ramai apalagi dengan orang2 yg tidak dikenal! Itu sama dengan membunuh mereka perlahan. "Me Time" mereka dihabiskan dengan kesunyian, membaca, berpikir, tidur, ngegame, berbicara dengan diri sendiri, hewan, tanaman atau bahkan hal-hal abstrak yang mungkin terlihat nyeleneh bagi sebagian orang. Jadi kalau melihat Introvert sedang "mojok" entah tidur atau merenung, jangan diganggu. Itu berarti mereka sedang "recharge" energi.
Jangan sekali2 juga menganggap orang Introvert tidak bahagia karena mereka tidak mengeskpresikan kebahagiannya. Di dalam diamnya itu siapa sangka di dalam hatinya dia sedang berbunga-bunga, jauh lebih bahagia daripada seorang Ekstrovert yg sedang tertawa padahal hatinya menangis. Introvert juga terkesan lemot atau berwajah datar karena ya itu tadi, mereka selalu berpikir dulu sebelum bertindak.
Introvert bukan anti sosial, mereka hanya akan bicara jika sudah dipikirkan secara matang. Mereka orang normal dengan kecenderungan penampilan dingin tapi hatinya biasa saja seperti orang kebanyakan. Ada yang jahat ada yang baik, ya biasa saja.
Introvert juga cenderung memiliki sedikit teman dekat. Karena itu jika kalian memiliki sahabat seorang Introvert, bisa dikatakan anda adalah "the chosen one". Introvert juga cenderung menjadi pasangan yang setia, karena sekali lagi, mereka itu pemikir. Mereka akan berpikir 2 atau 3 kali lagi sebelum selingkuh. Mereka berprinsip "Nyari satu saja susah, gimana mau cari dua? Pelihara satu saja repot, gimana hebohnya kalau dua?"
Jadi kesimpulannya, seseorang masuk surga atau neraka bukan karena tipe kepribadiannya, tapi karena amal dan perbuatannya. sekian...
Categories
My tought
Kamis, 10 April 2014
It's Sherlock Holmes !!!
Hari ini semangat buat browsing all about Sherlock xD
Anyway, semoga ini bukan demam biasa yang datang pagi,, malam udah turun panasnya *emang penyakit??*
Kalau ditanya kenapa, mungkin saya bisa menjelaskan beberapa alasan di mind palace milik saya ini *halah*
Reason why :
- Jenius yang freak. Emang ada ya jenius yang gak freak gitu? heuheu :3 Secara cast, awalnya saya agak gimana gitu lihat mukanya si Cumberbatch *ini benar gak sih nulisnya* aneh gitu, dan memang dia punya kelainan pada warna matanya *semacam mutasi*. jadi lebih "WOW" dan yah... cocok aja sih jadi Sherlock. Walaupun sebenarnya Robert Downey Jr juga cocok sih jadi SH yang the movie, mereka berdua punya aura jenius, freak, konyol, 'sebodoh amat sama pendapat orang' dan sosiopath or somewhat itu.
- Gak terlalu banyak drama percintaannya. Saya gak rela klo orang jenius terganggu kejeniusannya hanya gara2 wanita, dan di episode Scandal in Belgravia si Irene Adler dikatakan memang tertarik sama SH. Tapi berhubung si SH orangnya begitu, ya dia nggak sadar sampai John Watson pun menawarkan nama bayi saat mereka ngobrol *tepok jidat kucing* Kisah "affair" nya si Irene ini tidak dijelaskan secara detail di serial BBC ini, mungkin season 4 maybe? atau mungkin nggak juga *lebih berharap kemungkinan yg ini*
Dan ada beberapa fanfiction atau kisah pengembangan yang bukan buatan Sir Conan Doyle yang mengatakan kalau mereka berdua punya anak *WHAT !*
Aduh, meskipun si Irene pintar, tapi secara kepribadian masih mending Molly Hooper deh kayaknya, secara dia nggak bitch gitu lho. Tapi saya tetep gak rela kalau SH punya girlfiriend or gay or mistress or kind of that relationship. Pokoknya dia harus tetap single. Titik ! *lho siapa saya?*
-Film ini mikir, mengajak pemirsanya untuk berpikir dalam arti yang sebenarnya. Ini film detektif gitu lho. Masa harus dijelasin bagian mananya yang perlu mikir? :| well, dan mikir memikirnya itu tidak terlalu berat menurut saya. Saya orang pragmatis kalau ingin tahu kenapa saya suka film mikir *abaikan fakta ini*. Sejauh ini saya belum menemukan Sherlock Holmes ada hubungannya dengan Illuminati dan konco-konco teori konspirasinya, semacam The Da Vinci Code gitu *hadeh kalau ini males banget saya*
-Lucu. Film ini somehow lucu banget menurut saya meskipun bukan kategori comedy xD tapi ya... mungkin saya tipe orang yang bisa melihat kelucuan film apapun genrenya. Tapi di serial ini yang paling lucu ya gaya si Sherlock itu sendiri. Meskipun sekali lagi saya bilang, mukanya Benedict Cumberbatch itu serem-serem keren gimana gitu ._. Dia cuma setahun lebih tua dari Orlando Bloom, tapi mukanya kok tua ya menurut saya. Apa karena si Orlando kena Elf efeknya Legolas. Dan di serial ini John Watson diperankan oleh si hobbit Martin Freeman yang secara muka aja udah lucu xD, si Benedict juga jadi naga Smaug dan necromancer di film Hobbit buatan Peter Jackson, *lha, kenapa jadi bahas LOTR?*
Ini wallpaper yang paling keren yang saya temukan :3
download mp3 --> Sherlockology
Categories
My tought
Sabtu, 15 Maret 2014
Triple A feat Esmeralda
Kisah
ini bermula sekitar akhir bulan Juli tahun lalu. Saat itu sore hari menjelang
berbuka puasa, aku mencoba menghabiskan waktu dengan jalan-jalan di sekitar
lapangan. Lapangan itu letaknya persis di depan rumah, hanya terpisah oleh
halaman serta jalan kampung yang relatif sepi. Dan di antara halaman rumah dan
jalan kampung ada parit yang lebarnya sekitar 1 meter dengan kedalaman sekitar 75
cm. Saat musim penghujan parit itu selalu basah, namun airnya tidak selalu
menggenang karena letak parit yang lebih tinggi dari permukaan sungai sehingga
air selalu mengalir kesana. Tetapi begitu memasuki musim kemarau bisa
dipastikan parit itu akan kering kerontang dengan tanaman liar yang menyumbat
alirannya. Tanaman itu terdiri dari bayam liar, rerumputan yang tahan kering
serta terkadang kangkung liar yang tumbuh saat parit sudah mulai basah akan air
hujan. Sampah-sampah lain juga kerap memenuhi parit itu, mulai dari kantong
plastik hingga nasi basi serta makanan sisa, sampah khas rumah tangga. Namun di
antara sampah-sampah itu, ada satu jenis sampah yang paling menarik perhatian.
“Sampah” itu berbentuk menyerupai makhluk hidup yang sudah biasa ku kenal.
Dengan kulit terbalut bulu, 2 pasang kaki, ekor serta kepala. Di kepalanya
terdapat pula sepasang mata, sepasangan telinga, kumis dan mulut yang
mengeluarkan suara dengan nyaring. Dan jelas terlihat sekali kalau sampah itu bergerak-gerak
dan bernyawa ! Ya, sampah itu (aku sangat yakin makhluk itu menjadi sampah
karena ada manusia di luar sana yang tidak menginginkan mereka) adalah seekor
kucing. Tapi hey, itu bukan seekor
melainkan 3 ekor.
“aduuuh, ini apa lagi ? siapa
yang buang ? “
Aku bertanya pada
orang tua ku yang sedang duduk di samping pagar halaman. Tempat duduk khas
orang kampung yang terbuat dari bata dan semen yang di bangun sekedarnya untuk
menikmati suasana luar rumah. Dan tentu saja, tempat duduk seperti itu akan
menjadi pusat perkumpulan orang-orang yang sedang rehat dari pekerjaan rumah
dan ingin mengobrol dengan tetangga atau sanak saudara.
“kayaknya ada yang buang, dari
kemarin meong-meong di situ” jawab mama
Aku agak terkejut. “Dari
kemarin?” berarti makhluk kecil ini sudah berada di parit ini semalamam ? tanpa
makan dan minum ? aku yakin mereka tidak makan dan juga tidak minum. Memangnya
apa yang mau mereka makan dan minum di antara rerumputan dan tanah kering parit
ini. Mereka bukan kambing yang makan rumput, dan kambing pun juga butuh minum.
Apalagi mereka yang tergolong masih bayi ini, mereka hanya minum susu. Darimana
mereka mendapatkan susu kalau semalam mereka berada di parit ? dan ibu kucing
mana yang begitu bodoh membiarkan anaknya sendirian di tempat seperti ini.
Maksudku, parit ini tidak aman. Parit ini begitu terbuka, di siang hari akan
sangat mudah terpanggang sinar matahari dan begitu senja tiba dingin akan
segera menyerang. Maka aku simpulkan, bayi-bayi ini tanpa orang tua. Kusebut
bayi karena kuperkirakan usia mereka tidak lebih dari 6 minggu. Mereka semalaman
berada si sini dengan perlindungan seadanya dari panas dan dingin, mereka
berlindung di balik rumput yang lebih tinggi dari badan mereka.
“Semalam di sini kenapa gak ada
yang ngambil ?” aku geram, dan sempat sedikit kesal dengan orang tua ku, karena
mereka tau akan hal ini tapi mereka membiarkannya. Tapi kemudian aku berpikir
positif, mungkin mereka berpikir bayi-bayi kucing ini ada induknya, dan mereka
hanya bermain-main di sekitar parit. Dengan segera aku turun ke parit,
mengambil 2 ekor bayi yang sedari tadi mengeong-meong dengan keras. Suaranya
hampir membuatku frustasi. Suara khas bayi yang menangis kelaparan dan
ketakutan karena jauh dari induknya. Aku berusaha menenangkan mereka dan
kutitipkan mereka pada orang tua ku yang masih duduk di tempat dan posisi yang
sama. Dengan segera aku mencari yang tersisa. 1 ekor lagi yang suaranya memecah
keheningan namun wujudnya masih belum nampak. Akhirnya aku melihat sesosok
kecil berwarna kuning kecoklatan berjalan sempoyongan sambil menangis-nangis di
tempat sampah tak jauh dari parit. Makhluk itu tampak lebih rapuh dari 2 ekor
sebelumnya yang aku ambil dari parit. Seekor ini kondisinya parah, dengan badan
kurus dan mata yang tertutup kotoran.
Triple A, yah
begitulah aku menyebut 3 bayi mungil itu. Tidak membutuhkan waktu banyak untuk
ku memberi nama mereka. Affika untuk yang berwarna coklat susu, penampilanya
terlihat paling mencolok di antara kedua saudaranya yang lain. Ia terlihat
lebih manja, cantik dengan warna bulu yang termasuk jarang untuk ukuran kucing
kampung yang biasa berkeliaran di sekitar rumah. Sedangkan si kembar yang
berwarna orange kecoklatan kuberi nama Annisa dan Allena. Orang awam akan sukar
mengenali mana di antara mereka yang bernama Annisa dan mana Allena, tapi aku
yang setiap hari, bahkan hampir setiap saat berinteraksi dengan mereka akan mudah
membedakan mereka hanya dari wajahnya. Dan mungkin sebagian orang akan
terheran-heran mengapa aku memberi nama bayi-bayi kucing seperti nama manusia,
dan mereka akan lebih terkejut saat aku bilang bayi-bayi kucing ini punya nama
panjang ! Affika Ayu Ramadhani, Annisa Ayu Ramadhani dan Allena Ayu Ramadhani.
Nama Ayu ditambahkan karena selain itu namaku, aku juga berharap mereka akan
tumbuh menjadi kucing cantik, jauh dari kesan saat pertama mereka ditemukan.
Ramadhani sebagai pengingat kapan mereka ditemukan, karena bagiku mereka
seperti berkah yang kutemukan di bulan Ramadhan, bulan suci bagi umat muslim.
…
Beberapa minggu
setelahnya, kehidupanku yang sudah mulai tertata dengan kehadiran 3 bayi kucing
ini mendadak kembali terguncang. Di suatu malam yang sunyi, dari kejauhan
terdengar suara tangisan kucing kecil. Aku pun teringat kembali akan penemuan Triple
A, lalu kuputuskan untuk keluar rumah dan mendatangi lokasi yang sama.
Pencarianku tidak membuahkan hasil, namun suara itu masih terdengar nyaring dan
jelas sekali di telingaku. Akhirnya aku mencoba menelurusi lebih jauh ke dalam
lapangan. Kegelapan yang menyelimuti lapangan itu bukanlah satu-satunya
penghambat. Jauh di dalam alam sadarku aku berharap lebih baik suara itu hanya
halusinasi ku saja, atau sekalian makhluk halus yang bersuara menyerupai kucing
! Aku berusaha menolak fakta bahwa ada orang gila lainnya yang membuang kucing
kecil di tengah gelap dan dinginnya malam seperti ini.
Lamunanku pun buyar
saat kakiku menginjakkan sesuatu yang bergerak. Tidak menginjak lebih tepatnya,
melainkan kakiku yang terinjak. Sesuatu berputar-putar di sekitar mata kakiku.
Konsentrasiku akan suara nyaring itu kini terfokus pada gerakan kecil, tidak
teratur namun terasa mengelilingiku. Kucing kecil itu berjalan tak terarah,
memutar-mutar seakan bumi bergoncang. Langkahnya tidak pasti dan kepalanya ikut
bergoyang saat ia berjalan. Persis seperti ayam yang terkena virus tetelo.
Sesaat kemudian aku sadar, suara nyaring itu berasal dari arah bawah. Seekor
kucing kecil terlihat berjalan kebingungan sambil menangis meraung-raung. Aku
berpikir “pasti ada yang salah dengan kucing ini” Lalu aku membawanya ke tempat
yang lebih terang, di bawah lampu penerangan jalan dekat parit tempat Triple A ditemukan.
Ku pikir ada sesuatu yang mengikat kakinya, atau mungkin dia terjerat benang
bekas layang-layang, namun tak ada sesuatu yang menempel di badannya. Kucing
itu terus meraung-raung sambil berjalan sempoyongan. Tak tahu apa yang harus ku
lakukan, aku sempat menangis. Jangan-jangan kucing ini sekarat. Ya Tuhan kenapa
ada orang yang tega membuang kucing sakit di tempat seperti ini, kenapa Engkau
biarkan kucing malang ini sendirian. Seandainya dia mati biarkanlah dia mati di
dekat orang tua dan saudaranya.
…
Minggu-minggu berganti bulan. Tak
lama setelah 4 ekor kucing kecil ini menjadi penghuni baru di rumah, kondisi
mereka semakin membaik. Untuk Triple A, mereka sudah bisa berjalan dengan lancar
dan meongan mereka terdengar semakin keras. Apalagi jika tahu aku membawa botol
berisi susu kesukaan mereka. Ya, setelah ku pungut mereka dari dalam parit itu
aku sempat kebingunan hendak ku beri makan apa mereka, karena kulihat mereka
masih belum disapih dan belum bisa makan makanan basah. Akhirnya setelah
mencari beberapa informasi mengenai susu kucing dan penggantinya, ku putuskan
untuk membeli susu formula untuk bayi manusia berusia 0-6 bulan Hal ini setelah
mengenai pertimbangan yang matang mengingat harga susu kucing yang relative
mahal. Jujur saja, aku hanya mengadalkan uang saku harianku untuk memenuhi
kebutuhan mereka, jadi aku pilih yang tidak semahal susu khusus kucing namun
tetap dapat memenuhi gizi bayi-bayi itu. Pilihanku jatuh pada satu merek susu
formula untuk bayi yang bertuliskan Low Lactose Milk, karena kupikir kucing
memang tidak bisa mencerna laktosa kan ?
Esmeralda
Namun berbeda dari
Triple A, Esmeralda begitu aku memanggil untuk si kecil yang kutemukan
sendirian di tengah lapangan, mengalami pertumbuhan yang agak lambat dibanding
3 saudara angkatnya. Pada awal ditemukan badannya sedikit lebih besar di
banding Triple A, sehingga aku tidak perlu memberinya susu. Karena
kekurangannya (aku sempat mengira dia buta dan itu alasanku memberinya nama
seperti sebuah Telenovela yang menceritakan tentang gadis buta Esmeralda) dia
selalu kalah dalam perebutan makanan. Namun satu hal yang membuatku terharu
melihat Esmeralda, bahwa ia tak pantang menyerah, meski saat berjalan ia sering
menabrak sesuatu yang ada di depannya. Di saat Triple A mulai “nakal” dengan
naik-naik di atas meja, atau bahkan merayap diantara gorden, Esme begitu
panggilannya cukup puas dengan bermain di atas permukaan lantai.
Bulan-bulan
berlalu, mereka tumbuh semakin besar dan aktif. Melihat perkembangan mereka
sungguh sesuatu yang tidak terbayar. Bukannya aku tidak punya kucing lain selain
mereka. Ada 1 ekor pejantan dewasa yang juga menghuni rumah ini. Namanya
Bumblebee Nyo Jr, Bee panggilannya. Fisiknya tentu saja kucing, namun bagiku
dia lebih terlihat seperti adik bungsu. Dia tidak terlalu menyukai kehadiran
bayi-bayi ini, secara naluri kebanyakan kucing memang sukar untuk menerima
kehadiran kucing lain. Meski begitu dia tetap membiarkan mereka bermain di
sekitarnya. Mungkin karena mereka berempat adalah betina, jadi Bee tidak
menganggap mereka sebagai ancaman.
Sebagai penghuni
baru, kehadiran Triple A dan Esmeralda cukup menyita perhatian. Aku
membayangkan mereka adalah sebuah girlband
yang beranggotakan 4 ekor kucing kecil bersuara emas yang pintar menari
(terkecuali Esme, karena ia tidak selincah Triple A). Aku memahami dengan baik
sifat dan karakter mereka sambil membayangkan mereka adalah manusia. Ku buatkan
pakaian-pakaian lucu yang terbuat dari kain-kain bekas tak terpakai, sekedar
untuk menunjang “aksi panggung” mereka atau saat sedang ingin mengambil gambar
mereka dengan kamera digital yang ku punya.
Annisa AR
Annisa, dia adalah leader bagi Triple A feat Esemeralda,
begitu aku menyebut girlband mereka.
Annisa berbadan paling besar di antara yang lain, memiliki pose paling anggun
jika di potret. Kesukaannya adalah sesuatu yang berkilau, salah satu benda yang
disukainya adalah kalung emas yang ku pakai. Saat ku gendong selalu saja dia
menarik-narik dan menggigiti kalungku. Dia juga satu-satunya yang ku pakaikan
kalung khas kucing, dengan lonceng dan tali berwarna merah yang benar-benar cocok
dengan warna bulu dan matanya.
Allena AR
Allena adalah
kembaran dari Annisa, sekilas mereka benar-benar mirip namun jika diperhatikan
Allena berbadan lebih langsing daripada saudara kembarnya Annisa. Bayangkan
seorang anak perempuan yang tidak banyak bicara namun aktif secara fisik dan
rasa ingin taunya besar, itu adalah Allena. Selain itu dia juga bisa dikatakan
tomboy sekiranya dia adalah benar-benar anak manusia. Kemudian Affika, hanya
ada satu kata yang bisa menggambarkan sifatnya. Childish, atau kekanak-kanakan, manja dan ingin selalu
diperhatikan. Sampai usianya menginjak 6 bulan pun dia masih menganggap dirinya
seperti bayi kucing yang baru lahir dan butuh menyusu 18 jam sehari. Tak bisa
lepas dari botol minumnya, dia akan mencari-cari jari manusia untuk dijadikan
pengganti dot botol. Dan Esmeralda, last
bot not least dibalik kekurangannya dia memiliki keistimewaan tersendiri.
Terlahir sebagai warna belang tiga, di punggungnya terdapat bentuk hati dengan
warna coklat dan ditengah hati tersebut ada garis berwarna putih. Mirip dengan
gambar hati yang retak. Ada sebuah guyonan tentang Esme, yaitu saat adik ku
bilang bahwa ia telah dimasukkan dalam zona pertemanan oleh teman wanita yang
di sukainya (semacam friendzoned). Dia mengatakan bahwa wajah Esme mengingatkannya
pada Ekha.
“hahaha, gak salah
nih, masa Ekha mirip Esme. Ya jelas cantikan Esme dong” kelakar ku
“iya, coba deh di
liat-liat, wajahnya sam-sama tirus. Ekspresinya juga cantik” jawab adik ku tak
mau kalah
Dan sejak saat itu, untuk menghibur dirinya sendiri, adik ku memanggilnya dengan sebutan Esme Ekha. Namun tidak ada kabar yang lebih menggembirakan lagi tentang Esme, selain bahwa ternyata dia tidaklah buta seperti yang aku kira selama ini. Dia hanyalah menderita Nystagmus, yaitu suatu kelainan mata dimana bola mata bergerak tak terkendali seperti bergetar. Dia tetap bisa melihat, dan suatu hari aku mendapatinya sedang melompat menaiki kursi meja makan. Bagi sebagian orang, tingkah laku kucing saat menaiki meja makan tentu bukan hal yang patut untuk di banggakan, tapi kejadian ini justru membuatku terharu. Esmeralda bisa beraktifitas layaknya kucing normal lainnya adalah suatu berkah yang luar biasa.
Dan sejak saat itu, untuk menghibur dirinya sendiri, adik ku memanggilnya dengan sebutan Esme Ekha. Namun tidak ada kabar yang lebih menggembirakan lagi tentang Esme, selain bahwa ternyata dia tidaklah buta seperti yang aku kira selama ini. Dia hanyalah menderita Nystagmus, yaitu suatu kelainan mata dimana bola mata bergerak tak terkendali seperti bergetar. Dia tetap bisa melihat, dan suatu hari aku mendapatinya sedang melompat menaiki kursi meja makan. Bagi sebagian orang, tingkah laku kucing saat menaiki meja makan tentu bukan hal yang patut untuk di banggakan, tapi kejadian ini justru membuatku terharu. Esmeralda bisa beraktifitas layaknya kucing normal lainnya adalah suatu berkah yang luar biasa.
Affika AR
Oktober 2012, ku
bawa Affika pergi jalan-jalan. Lebih tepatnya ke sebuah mall untuk mengikuti
acara yang di selenggarakan oleh salah satu merk pakan kucing komersil. Keputusan
ini di ambil karena tidak mungkin aku membawa keempatnya, maka ku putuskan
untuk membawa Affika karena perangainya yang lebih kalem di banding saudaranya
yang lain. Awalnya aku ragu, apakah pantas seekor kucing kampung mengikuti
acara seperti itu ? Namun setelah sampai di sana, banyak orang yang bertanya
padaku tentang kucing jenis apakah Affika ini, karena mereka melihat Affika
tidak seperti kucing biasa, warna bulunya yang cream kecoklatan sepintas
membuatnya terlihat seperti kucing ras. Namun setelah kuyakinkan mereka bahwa
Affika dulunya hanya kucing kampung yang terlantar dan terbuang di parit mereka
baru percaya. Mereka juga terheran-heran dengan kebiasaan lucu Affika yang suka
minum dari botol susu, ngedot istilahnya. Susu bukan menjadi makanan utamanya
saat ini, tapi kebiasaan menghisap dari botol masih dilakukan Affika sampai dia
sudah sebesar ini. Bahkan jika botol (yang kini hanya berisi air putih) ini di
ambil darinya, maka dia akan merengek-rengek meminta botol itu kembali, atau
yang lebih lucunya dia akan mencari-cari jari manusia sebagai pengganti dotnya
untuk dihisap ! Affika pun sempat jadi pusat perhatian di acara itu, yang jelas
sekali terlihat bahwa para peserta kebanyakan membawa kucing ras. Tapi toh aku
tetap bangga membawa Affika, dan ini pengalaman pertamaku membawa kucing untuk
mengikuti kontes dan bertemu dengan sesama penyayang kucing lainnya di luar
sana.
Namun takdir tak
dapat dihindari. Di saat kita sedang lengah menikmati sinar mentari, di saat
itulah seharusnya kita waspada akan awan mendung yang bisa saja datang
tiba-tiba. Awal Januari, tepatnya 4 Januari 2013, kesedihan itu berawal. Kulihat
salah seekor bayi-bayi ku yang tengah beranjak remaja sedang tidak nafsu makan.
Affika, yang pada hari-hari biasa seperti mesin bulldozer yang menggiling
makanan tanpa pilih-pilih, hari ini hanya makan beberapa butir dry food
kesukaannya. Kuputuskan untuk mengganti makanannya dengan wet food dan ayam
mentah, namun ternyata bukan kebosanan yang tengah melanda Affika, ada sesuatu
yang tidak beres sedang terjadi padanya. Kuputuskan keesokan harinya ku bawa
Affika menuju klinik hewat terdekat, setelah melihat gejala sakitnya yang
semakin parah disertai muntah-muntah. Minggu pagi kupikir kondisinya semakin
membaik setelah kemarin mendapatkan suntikan obat, namun malam harinya saat aku
tengah membantu adik ku mengerjakan tugas, Affika semakin pasrah dengan
penyakitnya, distemper. Aku tidak tega melihatnya, tapi adikku menyuruhku untuk
tetap menemaninya di saat-saat kritisnya. Akhirnya dengan ditemani adik, aku
melihat nafas Affika yang terakhir. Sedih tak terbayangkan, itu sudah pasti. Bagaimana
tidak, aku yang sehari-hari mengurus keperluan mereka, mulai dari memberi
makan, membersihkan kandang, memandikan mereka untuk yang pertama kalinya,
mengajaknya bermain dan mengenalkan mereka pada kehidupan dalam rumah, harus
menjadi orang yang terakhir kali melihat Affika saat dia pergi.
Triple A kini hanya
tinggal si kembar Annisa Allena dan Esmeralda. Mereka terlihat begitu sedih
saat melihat saudara mereka Affika di kuburkan. Seakan tidak percaya mengapa
saudara yang sehari-hari bergaul dengan mereka, kini memilih untuk tertidur
dalam tanah dan menjauh dari mereka. Berhari-hari setelahnya si kembar juga
kehilangan nafsu makan, namun aku bersyukur mereka tidak menampakkan gejala
penyakit yang sama dengan Affika. Esmeralda mengidap sariawan di bibir bagian
bawahnya, membuatnya enggan untuk menyantap barang secuil makanan pun. Mereka
memilih untuk tidur dan beristirahat selama kondisi mereka yang cenderung
menurun. Akhirnya dengan keajaiban dan kehendak Tuhan mereka pulih dengan imunitas
tubuh mereka yang didukung dengan suplemen vitamin yang kuberikan. Namun tetap
saja, ada yang hilang dari Triple A. Dia yang selalu membangunkanku dengan
tindakan terkonyol yang pernah kulihat. Dia yang menggigit jariku dan
menghisapnya layaknya sebuah dot botol susu. Dia yang berbadan lentur dan
satu-satunya dari Triple A yang bisa melakukan split di lantai secara tiba-tiba
saat dia tengah melenggok berjalan. Dia yang mempunyai warna cream aneh yang
belum pernah kulihat sebelumnya.
1 bulan setelah
kepergian Affika, iseng-iseng kukirim foto saat aku berpose dengan Annisa,
dalam rangka kontes yang diselenggarakan salah satu fanpage pecinta kucing di
Facebook. Dan Annisa mendapat predikat untuk best cat’s expression. Seperti
yang kuduga, mereka tumbuh menjadi kucing yang cantik, sama seperti namanya. Jauh
dari kesan pertama saat bertemu denganku, kurus dengan bulu yang lusuh dan
tidak menampakkan kemilaunya. Dan pada saat-saat tertentu mereka terlihat
seperti sedang memikirkan sesuatu. Mungkin mereka memikirkan kemana perginya
Affika ? apakah Affika sudah tidak mau bermain bersama mereka ? apa yang
dilakukan Affika sekarang ? Aku berusaha untuk meyakinkan mereka bahwa Affika
sedang baik-baik saja di sana, di suatu tempat yang bernama Rainbow Bridge.
Batas dunia ini dengan Rainbow Bridge hanya tipis, garis kematian. Saat garis
itu terbuka, maka tidak ada lagi penghalang antara kalian dengan Affika. Semua
makhluk pasti akan mati, Annisa Allena atau Esmeralda bahkan aku sendiri pun
akan mati. Tapi sebelum kematian itu datang, kalian harus menikmati hidup ini
bersamaku. Masih banyak kejadian-kejadian yang harus kita lewati sebelum garis
itu terbuka. Masih banyak orang-orang yang harus diyakinkan bahwa memungut
kucing terlantar akan mengubah hidup mereka, dan itu tidak buruk. Bersama kita
tulis cerita kita sendiri, Annisa-Allena-Esmeralda, because you’re my precious.
My Love Lee
Monique, sang resepsionis berambut
merah itu membungkuk sesaat sebelum meninggalkan ruangan, meninggalkan Claire
berdua dengan atasannya yang arogan dan tak tahu sopan santun. Bagaimana tidak,
pria ini tidak mengucapkan terima kasih kepada resepsionisnya tersebut, bahkan
tidak menoleh sedikitpun dan memutar kursinya untuk memandangi wajahnya.
“Apa kau tahu kenapa aku
memanggilmu kemari?” Tanya pria itu dingin
Dengan segala keberanian yang
dimiliki Claire, ia menjawab “Sejujurnya saya kurang mengerti, tetapi dari
pesan yang saya terima, saya harus menghadap anda untuk melakukan wawancara
kenaikan pangkat”
“Ya, kau benar. Sekarang katakan
padaku jabatan apa yang kau inginkan?” Pria itu masih dalam posisi yang sama,
membiarkan Claire berbicara dengan punggungnya yang menempel pada sandaran
kursi putarnya yang besar. “Kalau kukatakan kau akan bekerja mendampingiku
kemana pun aku pergi sebagai sekretaris pribadi, apa kau menerimanya?” sambungnya
saat Claire tidak menjawab pertanyaannya.
“Saya yakin anda tidak benar-benar
menginginkan saya sebagai sekretaris pribadi. Sebaiknya anda berikan penawaran
ini pada orang lain yang lebih membutuhkan” Claire mendengus kesal, menilai ada
kekurang ajaran dari tawaran atasannya “Permisi”
“Tunggu” Pria itu berkata sambil
bangkit dari duduknya dan memutar ke arah Claire. memberi kesempatan pada
Claire untuk memandangi wajahnya.
“Lee?” Claire menjerit.
Di luar dugaannya, pria tersebut,
tuan Lee, tersenyum hangat, berbeda jauh dari kata-kata dingin yang baru saja
dilontarkannya. “Claire” sapanya lembut.
Claire tertegun sejenak melihat
senyum tulus yang mengembang saat pria itu menggumamkan namanya. “Sudah kuduga
kau masih ingat padaku” gumam Lee. Tatapannya lurus ke mata coklat Claire,
mencari-cari secercah harapan, kalau-kalau kepingan hatinya yang telah lama
hilang masih tertancap kuat di sana.
Aku
tidak akan pernah melupakanmu! Jerit
Claire dalam hati. Ia membalas tatapan Lee dengan hati-hati, mencari beribu
alasan untuk tidak mengagumi mata abu-abu yang pernah membuatnya percaya.
“Bagaimana kabarmu?” Tanya Lee,
berusaha mencairkan suasana.
“Baik” sahut Claire singkat
dengan ekspresi datar dan tak terbaca “Kau sendiri?”
“Lelah menunggu seseorang, tapi
aku baik-baik saja”
Claire tercenung sesaat,
tiba-tiba bayangan masa lalu menghampirinya, membuatnya pucat dan menggigil. Ia
menarik nafas panjang, mencoba mengusir bayangan itu, namun gagal. Dengan
segala tekat ia memutuskan untuk bangkit dan meninggalkan ruangan itu.
Lee yang melihat ketakutan dan
kebencian di mata Claire berusaha mencegahnya pergi dari ruangannya. Ia
menggamit sebelah lengan Claire, membuat Claire menoleh dan menepis tangannya
dengan kasar.
Claire menatap Lee dengan penuh
emosi, membuat Lee berjingkat mundur selangkah “Saya masih memiliki banyak
pekerjaan Tuan Lee” gumamnya tajam “Dan tempat saya bukan di sini” Claire
berlalu dengan cepat, meninggalkan Lee yang sengaja melepasnya.
***
10 tahun yang lalu
10 tahun yang lalu
“Kau dimana?” Tanya Claire setengah
panik melalui ponselnya
“Aku di sini” goda Lee, membuat
Claire tersenyum masam.
“Kalau kau tidak mengatakannya,
aku tidak mau meminjamkan catatan tugasku lagi”
“Hei tenang Claire, apa kau
selalu panik saat aku tidak ada. Aku ada di perpustakaan” Lee menjawab dengan
tenang. Meskipun Claire tak dapat melihatnya, ia dapat merasakan ada senyum
tulus di balik perkataan Lee.
“Ah, berani bertaruh kau pasti sedang bermain
game di sana” sahut Claire bersungut-sungut.
“Kau selalu begitu Claire,
memperhatikanku setiap detailnya” Lee terkekeh “Internet di sini sangat cepat
dan lancar, tempat duduknya nyaman pula. Mungkin aku akan tinggal di sini saja
selamanya”
“Kau bercanda. Kelas akan dimulai
10 menit lagi. Cepat kembali kalau kau ingin namamu masuk dalam daftar hadir Mr
Jacob”
***
Kelas telah berakhir, namun tak
satupun mahasiswa meninggalkan ruangan. Claire masih sibuk merapikan buku dalam
tasnya, saat semua manusia yang ada di ruangan ini tiba-tiba mengelilinginya.
Seperti dia adalah pusat lingkaran.
“Kami ingin berbicara denganmu”
kata salah satu dari mereka, akhirnya.
Claire bingung, menatap kumpulan
manusia di depannya. Mereka semua adalah teman-teman Claire, yah setidaknya
itulah anggapan Claire selama ini, meskipun tak satupun dari mereka benar-benar
memperhatikannya. Kecuali Lee, hanya dialah satu-satunya sahabat dan orang
terdekat Claire. Persahabatan mereka tanpa pamrih, Meski tanpa diminta, Claire
akan senang membantu Lee, dan Lee yang akan menjaga Claire dengan tulus. Selama
ini Claire hanya mengira satu hal yang membuatnya dijauhi teman-teman, Claire
terlalu pintar. Ya, ini agak aneh mengingat biasanya mahasiswa pintar pasti
akan didekati teman-temannya untuk meminta tolong, toh Claire tidak pernah
menolak jika mereka meminjam catatannya atau bahkan menyalin tugasnya.
“Mulai besok kami tidak ingin
melihatmu lagi memakai rok dan berdandan seperti ini” kata salah satu lainnya,
sambil memandang rendah ke arah Claire.
Kenapa?
Apa yang salah dengan penampilanku?
Tanya Claire dalam hati
“Seharusnya kau tahu peraturan
dasar yang tidak tertulis mengenai sopan santun. Mahasiswi jurusan ini tidak
diperbolehkan menggunakan pakaian mencolok sepertimu. Dan juga make up yang kau
kenakan terlalu tebal, seperti wanita penjual diri”
Claire tercengang mendengar
pernyataan teman-temannya. Mereka baru saja mengatainya sebagai wanita penjual
diri. Hati Claire sakit, benar-benar tidak menyangka bahwa alasan mereka
menjauhinya adalah karena hal sepele. Mereka menjauhinya karena ia cantik. Ini
konyol, ia sering membaca novel tentang perempuan yang tidak percaya diri dan
sering di bully hanya karena fisiknya yang tak sempurna. Sekarang yang terjadi
padanya adalah sebaliknya, ia dijauhi karena ia cantik. Apa salahnya jika ia
terlahir seperti ini? Claire memang selalu memakai gaun dan rok jika ke kampus,
tapi ia merasa tidak pernah berdandan menor. Ia hanya menggunakan pelembab
bibir bewarna natural, bahkan hampir tidak terlihat kalau ia mengenakannya
kecuali bibirnya yang terlihat sedikit basah. Ia bahkan tidak memakai bedak,
hanya pelembab tabir surya yang menghalangi kulit wajahnya dari sinar matahari.
Rambutnya juga selalu dikuncir ke belakang, tanpa pernah sekalipun ia urai
apalagi merubahnya dengan model-model terkini. Ia adalah gambaran gadis
sederhana, jauh jika dibandingkan dengan mahasiswi dari fakultas lain yang bahkan
mencukur alisnya atau memakai sepatu hak tinggi. Claire tidak berdandan seperti
itu, tapi anehnya teman-temannya keberatan. Dan yang lebih aneh lagi mereka
semua adalah laki-laki. Pria mana yang menolak melihat wanita cantik di hadapannya,
meskipun Claire memang tidak bermaksud menggoda mereka.
“Dan juga karena prestasimu yang
terlalu unggul. Kami tidak suka kau menjadi yang terbaik, karena itu seharusnya
dipegang mahasiswa laki-laki. Dari tahun ketahun kami lah mayoritas di sini.
Perempuan sepertimu tidak berhak menjadi yang terbaik”
Bagai ditusuk sembilu, hati
Claire semakin nyeri mengetahui kenyataan ini. Oh, penyebab ia dijauhi dan
dibenci hanya karena ia pintar, cantik, dan ia satu-satunya mahasiswi yang ada
di kelas ini. Hanya karena ia perempuan!
Omong
kosong apa ini?!
Claire memaki dalam hati.
Ia melirik ke arah Lee, berharap
Lee akan membelanya. Ia yakin jika sahabatnya itu berdiri di sana untuk
membelanya. Tapi di luar dugaan Lee hanya terdiam, seakan mengamini setiap
perkataan teman-temannya. Hancur sudah pertahaan Claire, ia menangis
tersedu-sedu di hadapan puluhan laki-laki yang mengelilinginya, memandanginya
dengan tajam. Dan saat tangisnya semakin meledak, kumpulan itu perlahan
membubarkan diri, dengan dingin, tanpa sepatah katapun, meninggalkan Claire
sendirian. Ya, benar-benar sendirian, ia tidak memiliki siapapun lagi di kampus
ini. Bahkan Lee pun tidak.
***
Suara dentingan sendok yang
beradu dengan cangkir terdengar dari pojok lain di lantai gedung ini. Lantai
yang sama dengan kantor yang baru saja dimasuki Claire. Claire mengaduk tehnya
dengan malas dari meja kerjanya yang sempit. Maklum, sebagai staff berpangkat
rendah ia hanya memiliki tempat di kantor berupa bilik berukuran 1x1meter.
Hanya cukup untuk menampung satu meja kecil dengan 1 komputer di atasnya.
Bahkan ia merasa bilik warnet di dekat rumahnya masih lebih besar dari ini. Namun
ia cukup betah bekerja di perusahaan ini, gajinya lumayan meski pekerjaannya
hanya sebatas memasukkan data ke dalam database perusahaan. Pekerjaan remeh,
namun hanya orang yang diberi tanggung jawab dan kepercayaan yang dapat
melakukannya.
Kepalanya pening
memikirkan kejadian tadi pagi, aroma teh hijau belum mampu mengusir gejolak
perasaan yang saat ini ia alami. Ia sama sekali tidak menyangka jika Lee,
sahabatnya semasa kuliah adalah atasannya. Ia sering mendengar cerita tentang
pria tampan misterius yang menjadi CEO perusahaan ini. Tidak semua karyawan
pernah bertatap muka dengannya, membuat keberadaannya semakin misterius. Itulah
sebabnya, Claire tidak pernah mengetahui jati diri dari tuan Lee sesungguhnya.
Betapa terkejutnya ia mengetahui bahwa tuan Lee yang menggajinya selama ini
adalah sahabatnya dulu semasa kuliah, atau setidaknya pernah menjadi sahabat.
Alih-alih meminum
tehnya, ia malah menopang dagunya dengan malas dan memandang asap yang mengepul
dari cangkir tehnya. Sesosok tangan maskulin mengambil cangkir tehnya,
mengangkatnya dan menyesapnya hingga menimbulkan bunyi keras.
“Kau…” Claire mendongak, hendak memperingatkan
dengan halus saat pria itu menyentuh pundaknya, namun benda berkilau yang
melingkar di jari manis pria itu membuat emosinya kembali memuncak “Kau sudah
menikah. Jangan sentuh aku!” ia menepis tangan pria itu dengan sekali sentakan.
“Oh ini, memang ini cincin
perkawinan. Tetapi sekarang tidak penting lain” gumam Lee serak, mencemooh
dirinya sendiri. Tiba-tiba saja ia sudah berdiri dan bersandar pada salah satu
bilik yang memisahkan tempat kerja Claire dengan rekan di sebelahnya “Cincin
ini hanya alat untuk mencegah wanita lain mendekatiku” ia tertawa hambar,
membuat Claire memandanginya curiga. “Kalau kau ingin tahu aku sudah bercerai.
Perceraian dimana kedua belah pihak sama-sama diuntungkan”
“Itu kesalahanmu, bukan urusanku”
gumam Claire pedas.
“Mungkin, tapi kesalahan
terbesarku adalah membiarkan orang yang ku cintai berjuang sendirian” Lee
menatap lurus-lurus Claire “Aku meninggalkannya saat dia membutuhkanku”
“Tidak. Kesalahan terbesarmu
adalah membiarkanku jatuh cinta dan berharap padamu” Claire terkejut karena ia
mengatakan isi hatinya. Ia menutup mulutnya yang menganga, berharap bisa
menarik kata-katanya kembali.
“Aku tahu. Aku juga tidak
berharap kau mau memaafkanku” Lee memalingkan wajah dengan sedih ”Tapi
setidaknya berikan aku kesempatan untuk mencobanya”
“Kau salah kalau mengira aku
tidak memberimu maaf” mata Claire berkaca-kaca “Aku memaafkanmu Lee, tapi aku
tidak akan pernah melupakan apa yang kau lakukan. Itu sama saja berharap ada
sebagian otak ku yang hilang, dan bagian itu adalah memori saat mengenalmu”
“Tolong aku Claire, aku tersiksa”
Bisik Lee seolah kesakitan.
“Sudah 10 tahun berlalu dan kau
baru bilang membutuhkanku. Kau terlambat Lee, terlambat!” teriak Claire parau.
Ia tidak peduli saat ini mereka tidak sedang berdua, banyak karyawan lain di
sekitar mereka.
“Tidak, aku yakin aku belum terlambat.
Kau belum menikah Claire” Lee menggenggam tangan Claire tanpa bisa ditolak,
namun Claire masih enggan memandangnya “Claire” panggilnya lirih sekali lagi.
“Itu bukan urusanmu” Dibutakan
oleh kemarahan, Claire mendorong Lee dengan keras, membuat Lee tersungkur ke
lantai. Pemandangan itu membuatnya puas sesaat, melihat beberapa karyawan lain
menatap heran ke arah Lee yang kesakitan. Beberapa saat Claire memandanginya,
namun Lee belum juga bangun. Dengan ragu-ragu ia menghampiri Lee. Betapa
terkejutnya ia melihat sebelah kaki Lee terbuat dari bahan seperti fiber. Ia
mengenakan kaki palsu!
“Apa.. apa yang terjadi dengan
kakimu” suara Claire tercekat di tenggorokan.
“Hanya kecelakaan kecil” Lee
tersenyum pedih “Di hari itu aku sedang mengendara ke suatu tempat untuk meminta
maaf darimu dan melupakanmu. Tapi aku tak kan pernah sampai disana. Langkahku
terhenti karena sebuah truk menghantam mobilku dari depan. Aku beruntung masih
hidup. Tapi yang membuatku sedih adalah aku tidak dapat menghadiri pernikahan
sahabatku”
Claire menunduk, mata mereka kini
bertatapan. Claire tidak dapat menahan air matanya lagi. Ia mengelus pipi Lee
dengan mata terpejam.
“Ya Claire, aku berusaha datang
ke pesta pernikahanmu” sambung Lee getir “Meskipun kau tidak mengundangku, aku
berharap bisa melihatmu bahagia, diam-diam mengintipmu dari kejauhan saat kau
mengucap janji pernikahan. Tapi itu tak pernah terjadi. Aku menyesal setengah
mati terbaring di rumah sakit berminggu-minggu tanpa pernah mengatahui kabarmu.
Katakanlah aku jahat, tapi aku senang tak lama kemudian aku mengetahui pria
brengsek itu tidak hadir saat itu, membuatmu batal menikah. Sejak saat itu aku
bertekad untuk mencarimu dan mencoba membangun semuanya dari awal”
“Lee” suara Claire bergetar saat
memanggil namanya, tersedak oleh tangisan yang dalam.
“Tidak Claire, aku tidak berusaha
mencari simpatimu. Aku hanya ingin mencoba memahami isi hatimu. Aku hanya ingin
tahu apakah rasa sayang dan cintamu masih ada pada. Aku tahu kau begitu Claire,
kita saling menyukai sejak persahabatan kita dimulai. Tapi tak satupun dari
kita mengatakannya. Aku menyesal aku hanya menjadi lelaki pengecut, aku tidak
pernah mengatakan perasaanku padamu hingga membuatmu merasa dipermainkan. Aku
juga tidak membelamu di depan teman-teman kita”
“Ralat. Teman-teman mu, bukan
kita!” sahut Claire ketus.
“Tidak juga” Lee tertawa kecil
melihat ekspresi Claire yang berubah dengan cepat “Mereka hanya kumpulan
orang-orang tersesat yang kolot. Masih saja memuja teori lama tentang pria yang
bisa segalanya. Padahal wanita juga berhak mendapat kesempatan yang sama dalam
dunia pendidikan. Mereka orang-orang aneh”
“Kau berkata begitu karena saat
ini kau bersamaku. Coba dihadapan mereka, kau pasti memaki ku habis-habisan”
“Aku hanya berpura-pura baik di
hadapan mereka agar mereka tidak menyakitimu lebih jauh”
Menyakitiku
lebih jauh? Claire
bertanya dalam hati. Apa ini ada hubungannya dengan terror yang ia terima
sewaktu kuliah? Setelah ‘persidangan’ yang ia alami ia sering mendapati benda
aneh dalam loker kampusnya, namun kejadian itu terhenti secara perlahan. Dan
secara perlahan pula Lee menjauhinya, sampai pada akhirnya mereka sama sekali
tak saling menyapa satu sama lain. Claire dan Lee selalu berada dalam satu
kelas, namun tak satupun kata terucap dari mulut mereka untuk berbicara seperti
dulu. 2 tahun terakhir di perkuliahan mereka habiskan dalam diam, seperti tak
saling mengenal.
“Luka ini bisa sembuh, meskipun
tak sempurna. Tapi ini…” Lee meraih sebelah tangan Claire dan meletakkannya di
depan dadanya” tidak akan sembuh sampai seseorang menyempurnakan hidupku”
Lee memejamkan mata, berusaha
menyembunyikan air mata. Kumohon, terima
tawaranku Claire Lee menjeritkan
permohonan dalam diam. Seolah mengerti isi hati Lee, Claire menjawab “Aku tidak
bisa menjadi sekretaris pribadimu. Apa kata orang jika staff rendahan sepertiku
tiba-tiba naik pangkat menjadi orang kepercayaanmu”
“Yah, kurasa jadi istriku sudah
cukup” Lee mengelus puncak kepala Claire dengan sayang “Kau tidak perlu bekerja
lagi, duduk manislah di rumah dan tunggu aku pulang sambil mengomel seperti
biasa” perkataanya barusan mau tidak mau membuat Claire tertawa kecil.
“Apa itu berarti kau melamarku?”
Tanya Claire ragu.
“Jika kau menerima keadaanku apa
adanya. Dan juga…” Lee mengangkat bahu pedih “Aku masih suka bermain game seperti
dulu, apa kau tidak keberatan punya suami sepertiku?”
“Kurasa aku tidak perlu
mengatakannya” Claire meraih Lee, mendekatkan diri padanya. Mereka berpelukan dalam
keadaan duduk, tidak menghiraukan pandangan puluhan pasang mata yang penasaran
dengan apa yang terjadi. Atasan mereka yang jarang terlihat, belakangan
diketahui karena ia mempunyai cacat fisik yang menyebabkannya kesulitan
berjalan sehingga memilih untuk tidak sering menampakkan diri di depan umum,
kini tengah bermesraan dengan salah satu karyawannya.
“Aku mencintaimu Claire” gumam
Lee sambil mencium kening Claire
Claire mendongak dan menatap
wajah pria yang dicintainya ini dengan kasih “Ya, aku juga. You’re my love,
Lee”
Categories
Cerpen
Sabtu, 08 Maret 2014
Mawar dua warna (bicolor roses)
Halo, halo. di sini Baineth :D Kali ini saya akan berbagi sedikit informasi tentang dua mawar dwiwarna yang tumbuh di halaman kecil saya. Segini saja basa-basinya, langsung saja, cekidot :D
Abracadabra
Setahu saya (berdasarkan hasil
googling di internet) mawar ini bernama Abracadabra. Tapi nggak tahu lagi ya
kalau salah :D soalnya saya juga nggak paham-paham benar soal nama-nama mawar xD.
Beberapa buku yang saya baca di perpustakaan kampus yang terbitan sunset dan
apalagi gitu saya lupa ._. tidak ada yang menyebut atau mendeskripsikan mawar
ini. Mungkin karena buku yang saya baca itu terbitan lama, dan memang ada yang
bilang bahwa mawar ini varietas baru. Berdasarkan pengalaman, mawar ini yang
paling sering berbunga di antara 9 mawar koleksi saya (berasa orang top saja
koleksi, eh!). Saya menanamnya di dalam pot ukuran sedang, mungkin 20cm
diameternya. Setiap berbunga nggak pernah sendiri, rata-rata 8 kuntum bunga
sekali mekar, padahal tinggi tanamannya cuma 30cm an :D Pokoknya ini mawar recommended
banget buat ditanam deh. Warnanya yang bi color, merah marun kecoklatan dan
kuning yang begitu kontras, membuat mawar ini istimewa dan eyecatching :D
Perawatan :
Untuk pemupukan, saya nggak tahu
pasti takarannya. Ya secara insting saja, asal jangan berlebihan. Organik lebih
baik ya, karena nggak membuat tanah menjadi padat. Yang perlu diperhatikan
adalah penyiraman. Mawar ini nggak seberapa tangguh soal kekeringan. Begitu
tanahnya kering, maka daunnya akan langsung layu. Daun mawar jika terlanjur
layu, maka kemungkinan besar akan kering dan rontok. Memang bisa tumbuh lagi
sih, tapi kan nggak tega gitu kalau melihat mereka menderita :(
Tapi secara keseluruhan si
Abracadabra ini nggak rewel. Perhatian khusus adalah hama binatang. Mawar ini
doyan banget dijadikan sarang laba-laba :( karena daunnya yang rimbun dan
cabang yang lumayan banyak. Jadi buat mereka berasa tinggal di apartement gitu
mungkin ya. Hama lainnya yaitu aphid dan ulat bulu tentu saja. Ini hama biasa
yang ada di semua tanaman, tapi untuk ulat bulu sendiri tidak terlalu banyak
kok. Asal diawasi setiap hari, si ulat bulu nggak akan menjadikan mawar ini
gundul tanpa sehelai daun pun.
Rating (5 untuk sempurna)
Daya tahan kekeringan : ✿✿
Daya tahan hama : ✿✿✿
Daya tahan mekar bunga : ✿✿✿
Scentimental
Ini mawar juga bagus deh. Warnanya
bi color juga, magenta dan putih. Harusnya merah darah begitu ya biar seperti
bisa dipakai bunga hiasan 17 Agustusan xD Oya, ngomong-ngomong soal nama, ini
saya juga berdasarkan hasil googling. Ada beberapa mawar lain yang memiliki
warna serupa, seperti fourth of July, namun yang paling mendekati ciri-ciri
daun maupun bunga, saya anggap mawar saya ini Scentimental :D Mawar ini mawar
pertama yang berhasil survive dalam jangka waktu lama di rumah saya. Dan bunganya
itu lho, rajin banget. Dalam arti nggak pernah berhenti berbunga. Kelebihan
lainnya adalah tahan hama, ulatnya sedikit dan dengan duri yang jarang. Pokoknya
paket lengkap deh si Scentimental ini. Untuk pemula yang ingin menanam mawar,
saya sarankan untuk mencari mawar ini di toko bunga terdekat :D Grab it fast!
Fokus pada bunganya ya, bukan pada jari saya xD
Baru mekar :D
Perawatan :
Secara khusus sih nggak ada. Mungkin
kalau ada, yaitu pemotongan ranting-ranting kering yang sudah tidak produktif
lagi harus lebih sering daripada mawar lainnya. Jangan ragu dan terlalu kasihan
untuk memotong mawar yang sedikit layu. Karena kalau anda beruntung, ditinggal
tidur semalam saja sudah terlihat tunas bakalan bunga baru :D kalau kurang
beruntung ya keesokan harinya, tergantung tingkat kesuburan tanaman juga, hehe.
Rating (5 untuk sempurna)
Daya tahan kekeringan : ✿✿✿✿
Daya tahan hama : ✿✿✿✿
Daya tahan mekar bunga : ✿✿✿✿Note : Semua bunga di sini adalah milik saya, bukan pinjam tetangga ya :D hihi.
Categories
Roses
Rabu, 15 Januari 2014
Chapter 3
Tio
mengendap-endap mengikuti Rahma yang berjalan di depannya dengan khawatir.
Bagaimana tidak, Rahma baru saja mendapati salah satu mahasiswa KKN itu
menggoda suaminya. Dengan cepat dan tergesa-gesa Rahma menggandeng Genzo masuk
ke rumah. Tio berjongkok di bawah jendela kamar tamu yang sekarang di tempati
Rahma dan suaminya saat menginap di rumah neneknya ini. Dengan hati-hati ia
memasang telinga. Jaga-jaga kalau mereka ternyata bertengkar hebat dan Rahma
tidak dapat menahan emosinya. Ia takut kalau suaminya akan bertindak kasar
padanya, mengingat sifat keras kepala Rahma dan seringnya ia membentak-bentak
saat marah. Pernah sekali Tio kena marah akibat teledor lupa mengurung
kambingnya saat hujan deras dan saat itu Rahma sempat berteriak-teriak sampai menyiutkan
nyalinya. Kali ini Tio sedikit kesal karena tidak bisa melihat apa yang mereka
lakukan, tapi setidaknya dari sini dia bisa mendengar suara mereka dengan jelas.
“Kita
pulang sekarang juga!”
“Kenapa
terburu-buru sayang, kita masih punya 2 hari lagi untuk menginap” Genzo
menatap cemas istrinya yang tiba-tiba memutuskan untuk mengemasi pakaian dan
pulang lebih awal.
“Oh
ya, 2 hari lagi untuk perempuan itu merayumu sepuas hati tanpa ketahuan oleh
ku”
“Kau
cemburu sayang?” Genzo bertanya dengan nada menggoda
sambil menunduk dan menatap lurus-lurus mata istrinya yang sibuk memasukkan
pakaian kotor ke dalam tas ranselnya. Ia tahu kelemahan Rahma saat mereka mulai
bertengkar karena hal-hal sepele seperti ini. Sebuah pelukan hangat dan ciuman
mesra akan membantunya mendinginkan kepala “Yuri
chan sayang?”
“Bukan
urusanmu” Alih-alih membalas pelukannya, Rahma malah menepis
tangan suaminya.
“Tentu
saja itu urusanku, kalau yang membuat mu emosi saat ini adalah karena
perbuatanku. Sekarang jelaskan baik-baik bagian mana dari peristiwa tadi yang
membuatmu cemburu”
“Apa
masih perlu ku jelaskan?! Dia berusaha mendekatimu dan mengajak bicara di
tempat sepi. Berdua saja! Tatapan matanya, suaranya yang mendayu-dayu,
tangannya yang gatal ingin menggandengmu. Kau pikir aku kurang cerdas untuk
menilai dia menginginkanmu!” bentak Rahma pada
suaminya, emosinya mulai memuncak sejak peristiwa tadi sore. Dan sekarang ia
ingin melampiaskan semuanya.
“Dia
tahu kalau aku sudah menikah”
“Dan
dia juga tahu kalau pria bisa beristri lebih dari satu”
“Demi
Tuhan, Yuri chan. Aku sama sekali tidak tertarik padanya. Dia hanya mahasiswa
yang penuh rasa ingin tahu” Kali ini Genzo berhasil
menjinakkan istrinya. Ia merangkul pinggulnya dan mendudukannya di pinggiran
ranjang. Sekarang mereka duduk berhadapan, saling menatap satu sama lain.
“Oh
ya tentu. Kuingatkan lagi padamu. Dulu aku juga cuma mahasiswa yang penuh rasa
ingin tahu. Dan akhirnya kau jatuh cinta padaku kan?”
Genzo tersenyum geli
mendengar pernyataan istrinya “Memang,
aku jatuh cinta padamu, lebih dari itu aku tergila-gila padamu.Tapi perlu ku
ingatkan juga, saat itu aku belum memiliki siapa-siapa. Sekarang aku punya kau
Yuri chan sayang. Semuanya tidak lagi sama saat aku memilikmu. Semua wanita jadi
tidak terlihat, bagiku mereka tidak ada” Genzo mencium buku-buku jari Rahma
dengan lembut. “Aku berterima kasih pada
orang tuamu karena telah melahirkan dan menjaga seorang bidadari untuk ku
miliki seutuhnya”
“Sekarang
kau pintar merayu ya? Siapa yang mengajarimu?”
“Oniisan.
Itu bagian dari pelajaran How-to-act-Indonesian yang diajarkannya” jawab Genzo
terkekeh-kekeh yang tanpa sengaja menyebabkan istrinya mau tidak mau juga ikut
tersenyum.
Mas Aris. Awas kau!
Dalam hati Rahma mengutuk kakaknya yang suka mengajari suaminya hal-hal aneh
seperti merayu, menggombal dan berkata-kata manis ala Indonesia lainnya. Tapi
di akui atau tidak kata-kata barusan berhasil menyentuh hatinya dan meluruhkan
semua emosinya saat ini.
“Sekarang
kau boleh menghukumku atas keteledoranku yang membuatmu cemburu. Tapi asal kau
tahu, setelah semua hukuman yang kuterima aku masih tetap mencintaimu, dan akan
tetap mencintaimu Yuri chan”
“Kalau
aku meninggalkanmu?”
“Setega
itu kah kau padaku?” Genzo menatap lekat-lekat istrinya, dan
bertanya-tanya apakah ia serius dengan ucapannya.
“Ya!
Dan sekarang aku akan pergi meninggalkanmu. Aku akan meninggalkanmu untuk pergi
tidur lebih awal. Selamat malam Genzo san!” Rahma
memicingkan mata menatap suaminya. Lalu secepat kilat dia membaringkan diri di
ranjang, memiringkan badan dan menarik selimutnya ke atas agar suaminya tidak
dapat membaca ekspresi gelinya menahan tawa.
Dan
sekali lagi Genzo tersenyum melihat kelakuan istrinya yang sulit ditebak.
Dengan sekali gerakan ia membaringkan diri mengikuti istrinya dan memeluknya
erat dari belakang sambil berbisik “Aku
mencintaimu Yuri chan, aku mencintaimu”
Tio
tidak dapat mengerti semua yang di ucapakan Rahma dan suaminya karena mereka
mengucapkannya dalam bahasa Jepang. Tapi ia sempat mendengar satu kalimat yang
ia mengerti, dan sebagian besar orang yang mengikuti perkembangan dunia
sepertinya juga paham. Kalimat itu begitu menusuk hatinya sekaligus membuatnya
lega. Ia lega karena telah melepas orang yang ia cintai kepada lelaki yang juga
mencintainya. Dengan begitu ia percaya Rahma akan bahagia karena ia berada di
tangan yang tepat.
“Aishiteru Yuri chan, aishiteru”
Langganan:
Postingan (Atom)