Sabtu, 15 Maret 2014

Triple A feat Esmeralda

Diposting oleh My diary di 19.30 0 komentar
            Kisah ini bermula sekitar akhir bulan Juli tahun lalu. Saat itu sore hari menjelang berbuka puasa, aku mencoba menghabiskan waktu dengan jalan-jalan di sekitar lapangan. Lapangan itu letaknya persis di depan rumah, hanya terpisah oleh halaman serta jalan kampung yang relatif sepi. Dan di antara halaman rumah dan jalan kampung ada parit yang lebarnya sekitar 1 meter dengan kedalaman sekitar 75 cm. Saat musim penghujan parit itu selalu basah, namun airnya tidak selalu menggenang karena letak parit yang lebih tinggi dari permukaan sungai sehingga air selalu mengalir kesana. Tetapi begitu memasuki musim kemarau bisa dipastikan parit itu akan kering kerontang dengan tanaman liar yang menyumbat alirannya. Tanaman itu terdiri dari bayam liar, rerumputan yang tahan kering serta terkadang kangkung liar yang tumbuh saat parit sudah mulai basah akan air hujan. Sampah-sampah lain juga kerap memenuhi parit itu, mulai dari kantong plastik hingga nasi basi serta makanan sisa, sampah khas rumah tangga. Namun di antara sampah-sampah itu, ada satu jenis sampah yang paling menarik perhatian. “Sampah” itu berbentuk menyerupai makhluk hidup yang sudah biasa ku kenal. Dengan kulit terbalut bulu, 2 pasang kaki, ekor serta kepala. Di kepalanya terdapat pula sepasang mata, sepasangan telinga, kumis dan mulut yang mengeluarkan suara dengan nyaring. Dan jelas terlihat sekali kalau sampah itu bergerak-gerak dan bernyawa ! Ya, sampah itu (aku sangat yakin makhluk itu menjadi sampah karena ada manusia di luar sana yang tidak menginginkan mereka) adalah seekor kucing. Tapi hey, itu bukan seekor melainkan 3 ekor.

“aduuuh, ini apa lagi ? siapa yang buang ? “

Aku bertanya pada orang tua ku yang sedang duduk di samping pagar halaman. Tempat duduk khas orang kampung yang terbuat dari bata dan semen yang di bangun sekedarnya untuk menikmati suasana luar rumah. Dan tentu saja, tempat duduk seperti itu akan menjadi pusat perkumpulan orang-orang yang sedang rehat dari pekerjaan rumah dan ingin mengobrol dengan tetangga atau sanak saudara.
“kayaknya ada yang buang, dari kemarin meong-meong di situ” jawab mama
Aku agak terkejut. “Dari kemarin?” berarti makhluk kecil ini sudah berada di parit ini semalamam ? tanpa makan dan minum ? aku yakin mereka tidak makan dan juga tidak minum. Memangnya apa yang mau mereka makan dan minum di antara rerumputan dan tanah kering parit ini. Mereka bukan kambing yang makan rumput, dan kambing pun juga butuh minum. Apalagi mereka yang tergolong masih bayi ini, mereka hanya minum susu. Darimana mereka mendapatkan susu kalau semalam mereka berada di parit ? dan ibu kucing mana yang begitu bodoh membiarkan anaknya sendirian di tempat seperti ini. Maksudku, parit ini tidak aman. Parit ini begitu terbuka, di siang hari akan sangat mudah terpanggang sinar matahari dan begitu senja tiba dingin akan segera menyerang. Maka aku simpulkan, bayi-bayi ini tanpa orang tua. Kusebut bayi karena kuperkirakan usia mereka tidak lebih dari 6 minggu. Mereka semalaman berada si sini dengan perlindungan seadanya dari panas dan dingin, mereka berlindung di balik rumput yang lebih tinggi dari badan mereka.

“Semalam di sini kenapa gak ada yang ngambil ?” aku geram, dan sempat sedikit kesal dengan orang tua ku, karena mereka tau akan hal ini tapi mereka membiarkannya. Tapi kemudian aku berpikir positif, mungkin mereka berpikir bayi-bayi kucing ini ada induknya, dan mereka hanya bermain-main di sekitar parit. Dengan segera aku turun ke parit, mengambil 2 ekor bayi yang sedari tadi mengeong-meong dengan keras. Suaranya hampir membuatku frustasi. Suara khas bayi yang menangis kelaparan dan ketakutan karena jauh dari induknya. Aku berusaha menenangkan mereka dan kutitipkan mereka pada orang tua ku yang masih duduk di tempat dan posisi yang sama. Dengan segera aku mencari yang tersisa. 1 ekor lagi yang suaranya memecah keheningan namun wujudnya masih belum nampak. Akhirnya aku melihat sesosok kecil berwarna kuning kecoklatan berjalan sempoyongan sambil menangis-nangis di tempat sampah tak jauh dari parit. Makhluk itu tampak lebih rapuh dari 2 ekor sebelumnya yang aku ambil dari parit. Seekor ini kondisinya parah, dengan badan kurus dan mata yang tertutup kotoran.

Triple A, yah begitulah aku menyebut 3 bayi mungil itu. Tidak membutuhkan waktu banyak untuk ku memberi nama mereka. Affika untuk yang berwarna coklat susu, penampilanya terlihat paling mencolok di antara kedua saudaranya yang lain. Ia terlihat lebih manja, cantik dengan warna bulu yang termasuk jarang untuk ukuran kucing kampung yang biasa berkeliaran di sekitar rumah. Sedangkan si kembar yang berwarna orange kecoklatan kuberi nama Annisa dan Allena. Orang awam akan sukar mengenali mana di antara mereka yang bernama Annisa dan mana Allena, tapi aku yang setiap hari, bahkan hampir setiap saat berinteraksi dengan mereka akan mudah membedakan mereka hanya dari wajahnya. Dan mungkin sebagian orang akan terheran-heran mengapa aku memberi nama bayi-bayi kucing seperti nama manusia, dan mereka akan lebih terkejut saat aku bilang bayi-bayi kucing ini punya nama panjang ! Affika Ayu Ramadhani, Annisa Ayu Ramadhani dan Allena Ayu Ramadhani. Nama Ayu ditambahkan karena selain itu namaku, aku juga berharap mereka akan tumbuh menjadi kucing cantik, jauh dari kesan saat pertama mereka ditemukan. Ramadhani sebagai pengingat kapan mereka ditemukan, karena bagiku mereka seperti berkah yang kutemukan di bulan Ramadhan, bulan suci bagi umat muslim.
Beberapa minggu setelahnya, kehidupanku yang sudah mulai tertata dengan kehadiran 3 bayi kucing ini mendadak kembali terguncang. Di suatu malam yang sunyi, dari kejauhan terdengar suara tangisan kucing kecil. Aku pun teringat kembali akan penemuan Triple A, lalu kuputuskan untuk keluar rumah dan mendatangi lokasi yang sama. Pencarianku tidak membuahkan hasil, namun suara itu masih terdengar nyaring dan jelas sekali di telingaku. Akhirnya aku mencoba menelurusi lebih jauh ke dalam lapangan. Kegelapan yang menyelimuti lapangan itu bukanlah satu-satunya penghambat. Jauh di dalam alam sadarku aku berharap lebih baik suara itu hanya halusinasi ku saja, atau sekalian makhluk halus yang bersuara menyerupai kucing ! Aku berusaha menolak fakta bahwa ada orang gila lainnya yang membuang kucing kecil di tengah gelap dan dinginnya malam seperti ini.

Lamunanku pun buyar saat kakiku menginjakkan sesuatu yang bergerak. Tidak menginjak lebih tepatnya, melainkan kakiku yang terinjak. Sesuatu berputar-putar di sekitar mata kakiku. Konsentrasiku akan suara nyaring itu kini terfokus pada gerakan kecil, tidak teratur namun terasa mengelilingiku. Kucing kecil itu berjalan tak terarah, memutar-mutar seakan bumi bergoncang. Langkahnya tidak pasti dan kepalanya ikut bergoyang saat ia berjalan. Persis seperti ayam yang terkena virus tetelo. Sesaat kemudian aku sadar, suara nyaring itu berasal dari arah bawah. Seekor kucing kecil terlihat berjalan kebingungan sambil menangis meraung-raung. Aku berpikir “pasti ada yang salah dengan kucing ini” Lalu aku membawanya ke tempat yang lebih terang, di bawah lampu penerangan jalan dekat parit tempat Triple A ditemukan. Ku pikir ada sesuatu yang mengikat kakinya, atau mungkin dia terjerat benang bekas layang-layang, namun tak ada sesuatu yang menempel di badannya. Kucing itu terus meraung-raung sambil berjalan sempoyongan. Tak tahu apa yang harus ku lakukan, aku sempat menangis. Jangan-jangan kucing ini sekarat. Ya Tuhan kenapa ada orang yang tega membuang kucing sakit di tempat seperti ini, kenapa Engkau biarkan kucing malang ini sendirian. Seandainya dia mati biarkanlah dia mati di dekat orang tua dan saudaranya.
Minggu-minggu berganti bulan. Tak lama setelah 4 ekor kucing kecil ini menjadi penghuni baru di rumah, kondisi mereka semakin membaik. Untuk Triple A, mereka sudah bisa berjalan dengan lancar dan meongan mereka terdengar semakin keras. Apalagi jika tahu aku membawa botol berisi susu kesukaan mereka. Ya, setelah ku pungut mereka dari dalam parit itu aku sempat kebingunan hendak ku beri makan apa mereka, karena kulihat mereka masih belum disapih dan belum bisa makan makanan basah. Akhirnya setelah mencari beberapa informasi mengenai susu kucing dan penggantinya, ku putuskan untuk membeli susu formula untuk bayi manusia berusia 0-6 bulan Hal ini setelah mengenai pertimbangan yang matang mengingat harga susu kucing yang relative mahal. Jujur saja, aku hanya mengadalkan uang saku harianku untuk memenuhi kebutuhan mereka, jadi aku pilih yang tidak semahal susu khusus kucing namun tetap dapat memenuhi gizi bayi-bayi itu. Pilihanku jatuh pada satu merek susu formula untuk bayi yang bertuliskan Low Lactose Milk, karena kupikir kucing memang tidak bisa mencerna laktosa kan ?

Esmeralda

Namun berbeda dari Triple A, Esmeralda begitu aku memanggil untuk si kecil yang kutemukan sendirian di tengah lapangan, mengalami pertumbuhan yang agak lambat dibanding 3 saudara angkatnya. Pada awal ditemukan badannya sedikit lebih besar di banding Triple A, sehingga aku tidak perlu memberinya susu. Karena kekurangannya (aku sempat mengira dia buta dan itu alasanku memberinya nama seperti sebuah Telenovela yang menceritakan tentang gadis buta Esmeralda) dia selalu kalah dalam perebutan makanan. Namun satu hal yang membuatku terharu melihat Esmeralda, bahwa ia tak pantang menyerah, meski saat berjalan ia sering menabrak sesuatu yang ada di depannya. Di saat Triple A mulai “nakal” dengan naik-naik di atas meja, atau bahkan merayap diantara gorden, Esme begitu panggilannya cukup puas dengan bermain di atas permukaan lantai.

Bulan-bulan berlalu, mereka tumbuh semakin besar dan aktif. Melihat perkembangan mereka sungguh sesuatu yang tidak terbayar. Bukannya aku tidak punya kucing lain selain mereka. Ada 1 ekor pejantan dewasa yang juga menghuni rumah ini. Namanya Bumblebee Nyo Jr, Bee panggilannya. Fisiknya tentu saja kucing, namun bagiku dia lebih terlihat seperti adik bungsu. Dia tidak terlalu menyukai kehadiran bayi-bayi ini, secara naluri kebanyakan kucing memang sukar untuk menerima kehadiran kucing lain. Meski begitu dia tetap membiarkan mereka bermain di sekitarnya. Mungkin karena mereka berempat adalah betina, jadi Bee tidak menganggap mereka sebagai ancaman.

Sebagai penghuni baru, kehadiran Triple A dan Esmeralda cukup menyita perhatian. Aku membayangkan mereka adalah sebuah girlband yang beranggotakan 4 ekor kucing kecil bersuara emas yang pintar menari (terkecuali Esme, karena ia tidak selincah Triple A). Aku memahami dengan baik sifat dan karakter mereka sambil membayangkan mereka adalah manusia. Ku buatkan pakaian-pakaian lucu yang terbuat dari kain-kain bekas tak terpakai, sekedar untuk menunjang “aksi panggung” mereka atau saat sedang ingin mengambil gambar mereka dengan kamera digital yang ku punya.

Annisa AR

Annisa, dia adalah leader bagi Triple A feat Esemeralda, begitu aku menyebut girlband mereka. Annisa berbadan paling besar di antara yang lain, memiliki pose paling anggun jika di potret. Kesukaannya adalah sesuatu yang berkilau, salah satu benda yang disukainya adalah kalung emas yang ku pakai. Saat ku gendong selalu saja dia menarik-narik dan menggigiti kalungku. Dia juga satu-satunya yang ku pakaikan kalung khas kucing, dengan lonceng dan tali berwarna merah yang benar-benar cocok dengan warna bulu dan matanya.

Allena AR

Allena adalah kembaran dari Annisa, sekilas mereka benar-benar mirip namun jika diperhatikan Allena berbadan lebih langsing daripada saudara kembarnya Annisa. Bayangkan seorang anak perempuan yang tidak banyak bicara namun aktif secara fisik dan rasa ingin taunya besar, itu adalah Allena. Selain itu dia juga bisa dikatakan tomboy sekiranya dia adalah benar-benar anak manusia. Kemudian Affika, hanya ada satu kata yang bisa menggambarkan sifatnya. Childish, atau kekanak-kanakan, manja dan ingin selalu diperhatikan. Sampai usianya menginjak 6 bulan pun dia masih menganggap dirinya seperti bayi kucing yang baru lahir dan butuh menyusu 18 jam sehari. Tak bisa lepas dari botol minumnya, dia akan mencari-cari jari manusia untuk dijadikan pengganti dot botol. Dan Esmeralda, last bot not least dibalik kekurangannya dia memiliki keistimewaan tersendiri. Terlahir sebagai warna belang tiga, di punggungnya terdapat bentuk hati dengan warna coklat dan ditengah hati tersebut ada garis berwarna putih. Mirip dengan gambar hati yang retak. Ada sebuah guyonan tentang Esme, yaitu saat adik ku bilang bahwa ia telah dimasukkan dalam zona pertemanan oleh teman wanita yang di sukainya (semacam friendzoned). Dia mengatakan bahwa wajah Esme mengingatkannya pada Ekha.
“hahaha, gak salah nih, masa Ekha mirip Esme. Ya jelas cantikan Esme dong” kelakar ku
“iya, coba deh di liat-liat, wajahnya sam-sama tirus. Ekspresinya juga cantik” jawab adik ku tak mau kalah

Dan sejak saat itu, untuk menghibur dirinya sendiri, adik ku memanggilnya dengan sebutan Esme Ekha. Namun tidak ada kabar yang lebih menggembirakan lagi tentang Esme, selain bahwa ternyata dia tidaklah buta seperti yang aku kira selama ini. Dia hanyalah menderita Nystagmus, yaitu suatu kelainan mata dimana bola mata bergerak tak terkendali seperti bergetar. Dia tetap bisa melihat, dan suatu hari aku mendapatinya sedang melompat menaiki kursi meja makan. Bagi sebagian orang, tingkah laku kucing saat menaiki meja makan tentu bukan hal yang patut untuk di banggakan, tapi kejadian ini justru membuatku terharu. Esmeralda bisa beraktifitas layaknya kucing normal lainnya adalah suatu berkah yang luar biasa.

Affika AR

Oktober 2012, ku bawa Affika pergi jalan-jalan. Lebih tepatnya ke sebuah mall untuk mengikuti acara yang di selenggarakan oleh salah satu merk pakan kucing komersil. Keputusan ini di ambil karena tidak mungkin aku membawa keempatnya, maka ku putuskan untuk membawa Affika karena perangainya yang lebih kalem di banding saudaranya yang lain. Awalnya aku ragu, apakah pantas seekor kucing kampung mengikuti acara seperti itu ? Namun setelah sampai di sana, banyak orang yang bertanya padaku tentang kucing jenis apakah Affika ini, karena mereka melihat Affika tidak seperti kucing biasa, warna bulunya yang cream kecoklatan sepintas membuatnya terlihat seperti kucing ras. Namun setelah kuyakinkan mereka bahwa Affika dulunya hanya kucing kampung yang terlantar dan terbuang di parit mereka baru percaya. Mereka juga terheran-heran dengan kebiasaan lucu Affika yang suka minum dari botol susu, ngedot istilahnya. Susu bukan menjadi makanan utamanya saat ini, tapi kebiasaan menghisap dari botol masih dilakukan Affika sampai dia sudah sebesar ini. Bahkan jika botol (yang kini hanya berisi air putih) ini di ambil darinya, maka dia akan merengek-rengek meminta botol itu kembali, atau yang lebih lucunya dia akan mencari-cari jari manusia sebagai pengganti dotnya untuk dihisap ! Affika pun sempat jadi pusat perhatian di acara itu, yang jelas sekali terlihat bahwa para peserta kebanyakan membawa kucing ras. Tapi toh aku tetap bangga membawa Affika, dan ini pengalaman pertamaku membawa kucing untuk mengikuti kontes dan bertemu dengan sesama penyayang kucing lainnya di luar sana.

Namun takdir tak dapat dihindari. Di saat kita sedang lengah menikmati sinar mentari, di saat itulah seharusnya kita waspada akan awan mendung yang bisa saja datang tiba-tiba. Awal Januari, tepatnya 4 Januari 2013, kesedihan itu berawal. Kulihat salah seekor bayi-bayi ku yang tengah beranjak remaja sedang tidak nafsu makan. Affika, yang pada hari-hari biasa seperti mesin bulldozer yang menggiling makanan tanpa pilih-pilih, hari ini hanya makan beberapa butir dry food kesukaannya. Kuputuskan untuk mengganti makanannya dengan wet food dan ayam mentah, namun ternyata bukan kebosanan yang tengah melanda Affika, ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi padanya. Kuputuskan keesokan harinya ku bawa Affika menuju klinik hewat terdekat, setelah melihat gejala sakitnya yang semakin parah disertai muntah-muntah. Minggu pagi kupikir kondisinya semakin membaik setelah kemarin mendapatkan suntikan obat, namun malam harinya saat aku tengah membantu adik ku mengerjakan tugas, Affika semakin pasrah dengan penyakitnya, distemper. Aku tidak tega melihatnya, tapi adikku menyuruhku untuk tetap menemaninya di saat-saat kritisnya. Akhirnya dengan ditemani adik, aku melihat nafas Affika yang terakhir. Sedih tak terbayangkan, itu sudah pasti. Bagaimana tidak, aku yang sehari-hari mengurus keperluan mereka, mulai dari memberi makan, membersihkan kandang, memandikan mereka untuk yang pertama kalinya, mengajaknya bermain dan mengenalkan mereka pada kehidupan dalam rumah, harus menjadi orang yang terakhir kali melihat Affika saat dia pergi.

Triple A kini hanya tinggal si kembar Annisa Allena dan Esmeralda. Mereka terlihat begitu sedih saat melihat saudara mereka Affika di kuburkan. Seakan tidak percaya mengapa saudara yang sehari-hari bergaul dengan mereka, kini memilih untuk tertidur dalam tanah dan menjauh dari mereka. Berhari-hari setelahnya si kembar juga kehilangan nafsu makan, namun aku bersyukur mereka tidak menampakkan gejala penyakit yang sama dengan Affika. Esmeralda mengidap sariawan di bibir bagian bawahnya, membuatnya enggan untuk menyantap barang secuil makanan pun. Mereka memilih untuk tidur dan beristirahat selama kondisi mereka yang cenderung menurun. Akhirnya dengan keajaiban dan kehendak Tuhan mereka pulih dengan imunitas tubuh mereka yang didukung dengan suplemen vitamin yang kuberikan. Namun tetap saja, ada yang hilang dari Triple A. Dia yang selalu membangunkanku dengan tindakan terkonyol yang pernah kulihat. Dia yang menggigit jariku dan menghisapnya layaknya sebuah dot botol susu. Dia yang berbadan lentur dan satu-satunya dari Triple A yang bisa melakukan split di lantai secara tiba-tiba saat dia tengah melenggok berjalan. Dia yang mempunyai warna cream aneh yang belum pernah kulihat sebelumnya.

1 bulan setelah kepergian Affika, iseng-iseng kukirim foto saat aku berpose dengan Annisa, dalam rangka kontes yang diselenggarakan salah satu fanpage pecinta kucing di Facebook. Dan Annisa mendapat predikat untuk best cat’s expression. Seperti yang kuduga, mereka tumbuh menjadi kucing yang cantik, sama seperti namanya. Jauh dari kesan pertama saat bertemu denganku, kurus dengan bulu yang lusuh dan tidak menampakkan kemilaunya. Dan pada saat-saat tertentu mereka terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu. Mungkin mereka memikirkan kemana perginya Affika ? apakah Affika sudah tidak mau bermain bersama mereka ? apa yang dilakukan Affika sekarang ? Aku berusaha untuk meyakinkan mereka bahwa Affika sedang baik-baik saja di sana, di suatu tempat yang bernama Rainbow Bridge. Batas dunia ini dengan Rainbow Bridge hanya tipis, garis kematian. Saat garis itu terbuka, maka tidak ada lagi penghalang antara kalian dengan Affika. Semua makhluk pasti akan mati, Annisa Allena atau Esmeralda bahkan aku sendiri pun akan mati. Tapi sebelum kematian itu datang, kalian harus menikmati hidup ini bersamaku. Masih banyak kejadian-kejadian yang harus kita lewati sebelum garis itu terbuka. Masih banyak orang-orang yang harus diyakinkan bahwa memungut kucing terlantar akan mengubah hidup mereka, dan itu tidak buruk. Bersama kita tulis cerita kita sendiri, Annisa-Allena-Esmeralda, because you’re my precious.

My Love Lee

Diposting oleh My diary di 04.39 0 komentar
Monique, sang resepsionis berambut merah itu membungkuk sesaat sebelum meninggalkan ruangan, meninggalkan Claire berdua dengan atasannya yang arogan dan tak tahu sopan santun. Bagaimana tidak, pria ini tidak mengucapkan terima kasih kepada resepsionisnya tersebut, bahkan tidak menoleh sedikitpun dan memutar kursinya untuk memandangi wajahnya.
“Apa kau tahu kenapa aku memanggilmu kemari?” Tanya pria itu dingin
Dengan segala keberanian yang dimiliki Claire, ia menjawab “Sejujurnya saya kurang mengerti, tetapi dari pesan yang saya terima, saya harus menghadap anda untuk melakukan wawancara kenaikan pangkat”
“Ya, kau benar. Sekarang katakan padaku jabatan apa yang kau inginkan?” Pria itu masih dalam posisi yang sama, membiarkan Claire berbicara dengan punggungnya yang menempel pada sandaran kursi putarnya yang besar. “Kalau kukatakan kau akan bekerja mendampingiku kemana pun aku pergi sebagai sekretaris pribadi, apa kau menerimanya?” sambungnya saat Claire tidak menjawab pertanyaannya.
“Saya yakin anda tidak benar-benar menginginkan saya sebagai sekretaris pribadi. Sebaiknya anda berikan penawaran ini pada orang lain yang lebih membutuhkan” Claire mendengus kesal, menilai ada kekurang ajaran dari tawaran atasannya “Permisi”
“Tunggu” Pria itu berkata sambil bangkit dari duduknya dan memutar ke arah Claire. memberi kesempatan pada Claire untuk memandangi wajahnya.
“Lee?” Claire menjerit.
Di luar dugaannya, pria tersebut, tuan Lee, tersenyum hangat, berbeda jauh dari kata-kata dingin yang baru saja dilontarkannya. “Claire” sapanya lembut.
Claire tertegun sejenak melihat senyum tulus yang mengembang saat pria itu menggumamkan namanya. “Sudah kuduga kau masih ingat padaku” gumam Lee. Tatapannya lurus ke mata coklat Claire, mencari-cari secercah harapan, kalau-kalau kepingan hatinya yang telah lama hilang masih tertancap kuat di sana.
Aku tidak akan pernah melupakanmu! Jerit Claire dalam hati. Ia membalas tatapan Lee dengan hati-hati, mencari beribu alasan untuk tidak mengagumi mata abu-abu yang pernah membuatnya percaya.
“Bagaimana kabarmu?” Tanya Lee, berusaha mencairkan suasana.
“Baik” sahut Claire singkat dengan ekspresi datar dan tak terbaca “Kau sendiri?”
“Lelah menunggu seseorang, tapi aku baik-baik saja”
Claire tercenung sesaat, tiba-tiba bayangan masa lalu menghampirinya, membuatnya pucat dan menggigil. Ia menarik nafas panjang, mencoba mengusir bayangan itu, namun gagal. Dengan segala tekat ia memutuskan untuk bangkit dan meninggalkan ruangan itu.
Lee yang melihat ketakutan dan kebencian di mata Claire berusaha mencegahnya pergi dari ruangannya. Ia menggamit sebelah lengan Claire, membuat Claire menoleh dan menepis tangannya dengan kasar.
Claire menatap Lee dengan penuh emosi, membuat Lee berjingkat mundur selangkah “Saya masih memiliki banyak pekerjaan Tuan Lee” gumamnya tajam “Dan tempat saya bukan di sini” Claire berlalu dengan cepat, meninggalkan Lee yang sengaja melepasnya.
***
10 tahun yang lalu
“Kau dimana?” Tanya Claire setengah panik melalui ponselnya
“Aku di sini” goda Lee, membuat Claire tersenyum masam.
“Kalau kau tidak mengatakannya, aku tidak mau meminjamkan catatan tugasku lagi”
“Hei tenang Claire, apa kau selalu panik saat aku tidak ada. Aku ada di perpustakaan” Lee menjawab dengan tenang. Meskipun Claire tak dapat melihatnya, ia dapat merasakan ada senyum tulus di balik perkataan Lee.
 “Ah, berani bertaruh kau pasti sedang bermain game di sana” sahut Claire bersungut-sungut.
“Kau selalu begitu Claire, memperhatikanku setiap detailnya” Lee terkekeh “Internet di sini sangat cepat dan lancar, tempat duduknya nyaman pula. Mungkin aku akan tinggal di sini saja selamanya”
“Kau bercanda. Kelas akan dimulai 10 menit lagi. Cepat kembali kalau kau ingin namamu masuk dalam daftar hadir Mr Jacob”
***
Kelas telah berakhir, namun tak satupun mahasiswa meninggalkan ruangan. Claire masih sibuk merapikan buku dalam tasnya, saat semua manusia yang ada di ruangan ini tiba-tiba mengelilinginya. Seperti dia adalah pusat lingkaran.
“Kami ingin berbicara denganmu” kata salah satu dari mereka, akhirnya.
Claire bingung, menatap kumpulan manusia di depannya. Mereka semua adalah teman-teman Claire, yah setidaknya itulah anggapan Claire selama ini, meskipun tak satupun dari mereka benar-benar memperhatikannya. Kecuali Lee, hanya dialah satu-satunya sahabat dan orang terdekat Claire. Persahabatan mereka tanpa pamrih, Meski tanpa diminta, Claire akan senang membantu Lee, dan Lee yang akan menjaga Claire dengan tulus. Selama ini Claire hanya mengira satu hal yang membuatnya dijauhi teman-teman, Claire terlalu pintar. Ya, ini agak aneh mengingat biasanya mahasiswa pintar pasti akan didekati teman-temannya untuk meminta tolong, toh Claire tidak pernah menolak jika mereka meminjam catatannya atau bahkan menyalin tugasnya.
“Mulai besok kami tidak ingin melihatmu lagi memakai rok dan berdandan seperti ini” kata salah satu lainnya, sambil memandang rendah ke arah Claire.
Kenapa? Apa yang salah dengan penampilanku? Tanya Claire dalam hati
“Seharusnya kau tahu peraturan dasar yang tidak tertulis mengenai sopan santun. Mahasiswi jurusan ini tidak diperbolehkan menggunakan pakaian mencolok sepertimu. Dan juga make up yang kau kenakan terlalu tebal, seperti wanita penjual diri”
Claire tercengang mendengar pernyataan teman-temannya. Mereka baru saja mengatainya sebagai wanita penjual diri. Hati Claire sakit, benar-benar tidak menyangka bahwa alasan mereka menjauhinya adalah karena hal sepele. Mereka menjauhinya karena ia cantik. Ini konyol, ia sering membaca novel tentang perempuan yang tidak percaya diri dan sering di bully hanya karena fisiknya yang tak sempurna. Sekarang yang terjadi padanya adalah sebaliknya, ia dijauhi karena ia cantik. Apa salahnya jika ia terlahir seperti ini? Claire memang selalu memakai gaun dan rok jika ke kampus, tapi ia merasa tidak pernah berdandan menor. Ia hanya menggunakan pelembab bibir bewarna natural, bahkan hampir tidak terlihat kalau ia mengenakannya kecuali bibirnya yang terlihat sedikit basah. Ia bahkan tidak memakai bedak, hanya pelembab tabir surya yang menghalangi kulit wajahnya dari sinar matahari. Rambutnya juga selalu dikuncir ke belakang, tanpa pernah sekalipun ia urai apalagi merubahnya dengan model-model terkini. Ia adalah gambaran gadis sederhana, jauh jika dibandingkan dengan mahasiswi dari fakultas lain yang bahkan mencukur alisnya atau memakai sepatu hak tinggi. Claire tidak berdandan seperti itu, tapi anehnya teman-temannya keberatan. Dan yang lebih aneh lagi mereka semua adalah laki-laki. Pria mana yang menolak melihat wanita cantik di hadapannya, meskipun Claire memang tidak bermaksud menggoda mereka.
“Dan juga karena prestasimu yang terlalu unggul. Kami tidak suka kau menjadi yang terbaik, karena itu seharusnya dipegang mahasiswa laki-laki. Dari tahun ketahun kami lah mayoritas di sini. Perempuan sepertimu tidak berhak menjadi yang terbaik”
Bagai ditusuk sembilu, hati Claire semakin nyeri mengetahui kenyataan ini. Oh, penyebab ia dijauhi dan dibenci hanya karena ia pintar, cantik, dan ia satu-satunya mahasiswi yang ada di kelas ini. Hanya karena ia perempuan!
Omong kosong apa ini?! Claire memaki dalam hati.
Ia melirik ke arah Lee, berharap Lee akan membelanya. Ia yakin jika sahabatnya itu berdiri di sana untuk membelanya. Tapi di luar dugaan Lee hanya terdiam, seakan mengamini setiap perkataan teman-temannya. Hancur sudah pertahaan Claire, ia menangis tersedu-sedu di hadapan puluhan laki-laki yang mengelilinginya, memandanginya dengan tajam. Dan saat tangisnya semakin meledak, kumpulan itu perlahan membubarkan diri, dengan dingin, tanpa sepatah katapun, meninggalkan Claire sendirian. Ya, benar-benar sendirian, ia tidak memiliki siapapun lagi di kampus ini. Bahkan Lee pun tidak.
***
Suara dentingan sendok yang beradu dengan cangkir terdengar dari pojok lain di lantai gedung ini. Lantai yang sama dengan kantor yang baru saja dimasuki Claire. Claire mengaduk tehnya dengan malas dari meja kerjanya yang sempit. Maklum, sebagai staff berpangkat rendah ia hanya memiliki tempat di kantor berupa bilik berukuran 1x1meter. Hanya cukup untuk menampung satu meja kecil dengan 1 komputer di atasnya. Bahkan ia merasa bilik warnet di dekat rumahnya masih lebih besar dari ini. Namun ia cukup betah bekerja di perusahaan ini, gajinya lumayan meski pekerjaannya hanya sebatas memasukkan data ke dalam database perusahaan. Pekerjaan remeh, namun hanya orang yang diberi tanggung jawab dan kepercayaan yang dapat melakukannya.
Kepalanya pening memikirkan kejadian tadi pagi, aroma teh hijau belum mampu mengusir gejolak perasaan yang saat ini ia alami. Ia sama sekali tidak menyangka jika Lee, sahabatnya semasa kuliah adalah atasannya. Ia sering mendengar cerita tentang pria tampan misterius yang menjadi CEO perusahaan ini. Tidak semua karyawan pernah bertatap muka dengannya, membuat keberadaannya semakin misterius. Itulah sebabnya, Claire tidak pernah mengetahui jati diri dari tuan Lee sesungguhnya. Betapa terkejutnya ia mengetahui bahwa tuan Lee yang menggajinya selama ini adalah sahabatnya dulu semasa kuliah, atau setidaknya pernah menjadi sahabat.
Alih-alih meminum tehnya, ia malah menopang dagunya dengan malas dan memandang asap yang mengepul dari cangkir tehnya. Sesosok tangan maskulin mengambil cangkir tehnya, mengangkatnya dan menyesapnya hingga menimbulkan bunyi keras.
“Kau…” Claire mendongak, hendak memperingatkan dengan halus saat pria itu menyentuh pundaknya, namun benda berkilau yang melingkar di jari manis pria itu membuat emosinya kembali memuncak “Kau sudah menikah. Jangan sentuh aku!” ia menepis tangan pria itu dengan sekali sentakan.
“Oh ini, memang ini cincin perkawinan. Tetapi sekarang tidak penting lain” gumam Lee serak, mencemooh dirinya sendiri. Tiba-tiba saja ia sudah berdiri dan bersandar pada salah satu bilik yang memisahkan tempat kerja Claire dengan rekan di sebelahnya “Cincin ini hanya alat untuk mencegah wanita lain mendekatiku” ia tertawa hambar, membuat Claire memandanginya curiga. “Kalau kau ingin tahu aku sudah bercerai. Perceraian dimana kedua belah pihak sama-sama diuntungkan”
“Itu kesalahanmu, bukan urusanku” gumam Claire pedas.
“Mungkin, tapi kesalahan terbesarku adalah membiarkan orang yang ku cintai berjuang sendirian” Lee menatap lurus-lurus Claire “Aku meninggalkannya saat dia membutuhkanku”
“Tidak. Kesalahan terbesarmu adalah membiarkanku jatuh cinta dan berharap padamu” Claire terkejut karena ia mengatakan isi hatinya. Ia menutup mulutnya yang menganga, berharap bisa menarik kata-katanya kembali.
“Aku tahu. Aku juga tidak berharap kau mau memaafkanku” Lee memalingkan wajah dengan sedih ”Tapi setidaknya berikan aku kesempatan untuk mencobanya”
“Kau salah kalau mengira aku tidak memberimu maaf” mata Claire berkaca-kaca “Aku memaafkanmu Lee, tapi aku tidak akan pernah melupakan apa yang kau lakukan. Itu sama saja berharap ada sebagian otak ku yang hilang, dan bagian itu adalah memori saat mengenalmu”
“Tolong aku Claire, aku tersiksa” Bisik Lee seolah kesakitan.
“Sudah 10 tahun berlalu dan kau baru bilang membutuhkanku. Kau terlambat Lee, terlambat!” teriak Claire parau. Ia tidak peduli saat ini mereka tidak sedang berdua, banyak karyawan lain di sekitar mereka.
“Tidak, aku yakin aku belum terlambat. Kau belum menikah Claire” Lee menggenggam tangan Claire tanpa bisa ditolak, namun Claire masih enggan memandangnya “Claire” panggilnya lirih sekali lagi.
“Itu bukan urusanmu” Dibutakan oleh kemarahan, Claire mendorong Lee dengan keras, membuat Lee tersungkur ke lantai. Pemandangan itu membuatnya puas sesaat, melihat beberapa karyawan lain menatap heran ke arah Lee yang kesakitan. Beberapa saat Claire memandanginya, namun Lee belum juga bangun. Dengan ragu-ragu ia menghampiri Lee. Betapa terkejutnya ia melihat sebelah kaki Lee terbuat dari bahan seperti fiber. Ia mengenakan kaki palsu!
“Apa.. apa yang terjadi dengan kakimu” suara Claire tercekat di tenggorokan.
“Hanya kecelakaan kecil” Lee tersenyum pedih “Di hari itu aku sedang mengendara ke suatu tempat untuk meminta maaf darimu dan melupakanmu. Tapi aku tak kan pernah sampai disana. Langkahku terhenti karena sebuah truk menghantam mobilku dari depan. Aku beruntung masih hidup. Tapi yang membuatku sedih adalah aku tidak dapat menghadiri pernikahan sahabatku”
Claire menunduk, mata mereka kini bertatapan. Claire tidak dapat menahan air matanya lagi. Ia mengelus pipi Lee dengan mata terpejam.
“Ya Claire, aku berusaha datang ke pesta pernikahanmu” sambung Lee getir “Meskipun kau tidak mengundangku, aku berharap bisa melihatmu bahagia, diam-diam mengintipmu dari kejauhan saat kau mengucap janji pernikahan. Tapi itu tak pernah terjadi. Aku menyesal setengah mati terbaring di rumah sakit berminggu-minggu tanpa pernah mengatahui kabarmu. Katakanlah aku jahat, tapi aku senang tak lama kemudian aku mengetahui pria brengsek itu tidak hadir saat itu, membuatmu batal menikah. Sejak saat itu aku bertekad untuk mencarimu dan mencoba membangun semuanya dari awal”
“Lee” suara Claire bergetar saat memanggil namanya, tersedak oleh tangisan yang dalam.
“Tidak Claire, aku tidak berusaha mencari simpatimu. Aku hanya ingin mencoba memahami isi hatimu. Aku hanya ingin tahu apakah rasa sayang dan cintamu masih ada pada. Aku tahu kau begitu Claire, kita saling menyukai sejak persahabatan kita dimulai. Tapi tak satupun dari kita mengatakannya. Aku menyesal aku hanya menjadi lelaki pengecut, aku tidak pernah mengatakan perasaanku padamu hingga membuatmu merasa dipermainkan. Aku juga tidak membelamu di depan teman-teman kita”
“Ralat. Teman-teman mu, bukan kita!” sahut Claire ketus.
“Tidak juga” Lee tertawa kecil melihat ekspresi Claire yang berubah dengan cepat “Mereka hanya kumpulan orang-orang tersesat yang kolot. Masih saja memuja teori lama tentang pria yang bisa segalanya. Padahal wanita juga berhak mendapat kesempatan yang sama dalam dunia pendidikan. Mereka orang-orang aneh”
“Kau berkata begitu karena saat ini kau bersamaku. Coba dihadapan mereka, kau pasti memaki ku habis-habisan”
“Aku hanya berpura-pura baik di hadapan mereka agar mereka tidak menyakitimu lebih jauh”
Menyakitiku lebih jauh? Claire bertanya dalam hati. Apa ini ada hubungannya dengan terror yang ia terima sewaktu kuliah? Setelah ‘persidangan’ yang ia alami ia sering mendapati benda aneh dalam loker kampusnya, namun kejadian itu terhenti secara perlahan. Dan secara perlahan pula Lee menjauhinya, sampai pada akhirnya mereka sama sekali tak saling menyapa satu sama lain. Claire dan Lee selalu berada dalam satu kelas, namun tak satupun kata terucap dari mulut mereka untuk berbicara seperti dulu. 2 tahun terakhir di perkuliahan mereka habiskan dalam diam, seperti tak saling mengenal.
“Luka ini bisa sembuh, meskipun tak sempurna. Tapi ini…” Lee meraih sebelah tangan Claire dan meletakkannya di depan dadanya” tidak akan sembuh sampai seseorang menyempurnakan hidupku”
Lee memejamkan mata, berusaha menyembunyikan air mata. Kumohon, terima tawaranku Claire Lee menjeritkan permohonan dalam diam. Seolah mengerti isi hati Lee, Claire menjawab “Aku tidak bisa menjadi sekretaris pribadimu. Apa kata orang jika staff rendahan sepertiku tiba-tiba naik pangkat menjadi orang kepercayaanmu”
“Yah, kurasa jadi istriku sudah cukup” Lee mengelus puncak kepala Claire dengan sayang “Kau tidak perlu bekerja lagi, duduk manislah di rumah dan tunggu aku pulang sambil mengomel seperti biasa” perkataanya barusan mau tidak mau membuat Claire tertawa kecil.
“Apa itu berarti kau melamarku?” Tanya Claire ragu.
“Jika kau menerima keadaanku apa adanya. Dan juga…” Lee mengangkat bahu pedih “Aku masih suka bermain game seperti dulu, apa kau tidak keberatan punya suami sepertiku?”
“Kurasa aku tidak perlu mengatakannya” Claire meraih Lee, mendekatkan diri padanya. Mereka berpelukan dalam keadaan duduk, tidak menghiraukan pandangan puluhan pasang mata yang penasaran dengan apa yang terjadi. Atasan mereka yang jarang terlihat, belakangan diketahui karena ia mempunyai cacat fisik yang menyebabkannya kesulitan berjalan sehingga memilih untuk tidak sering menampakkan diri di depan umum, kini tengah bermesraan dengan salah satu karyawannya.
“Aku mencintaimu Claire” gumam Lee sambil mencium kening Claire

Claire mendongak dan menatap wajah pria yang dicintainya ini dengan kasih “Ya, aku juga. You’re my love, Lee”

Sabtu, 08 Maret 2014

Mawar dua warna (bicolor roses)

Diposting oleh My diary di 06.30 0 komentar
Halo, halo. di sini Baineth :D Kali ini saya akan berbagi sedikit informasi tentang dua mawar dwiwarna yang tumbuh di halaman kecil saya. Segini saja basa-basinya, langsung saja, cekidot :D

Abracadabra


Setahu saya (berdasarkan hasil googling di internet) mawar ini bernama Abracadabra. Tapi nggak tahu lagi ya kalau salah :D soalnya saya juga nggak paham-paham benar soal nama-nama mawar xD. Beberapa buku yang saya baca di perpustakaan kampus yang terbitan sunset dan apalagi gitu saya lupa ._. tidak ada yang menyebut atau mendeskripsikan mawar ini. Mungkin karena buku yang saya baca itu terbitan lama, dan memang ada yang bilang bahwa mawar ini varietas baru. Berdasarkan pengalaman, mawar ini yang paling sering berbunga di antara 9 mawar koleksi saya (berasa orang top saja koleksi, eh!). Saya menanamnya di dalam pot ukuran sedang, mungkin 20cm diameternya. Setiap berbunga nggak pernah sendiri, rata-rata 8 kuntum bunga sekali mekar, padahal tinggi tanamannya cuma 30cm an :D Pokoknya ini mawar recommended banget buat ditanam deh. Warnanya yang bi color, merah marun kecoklatan dan kuning yang begitu kontras, membuat mawar ini istimewa dan eyecatching :D


Perawatan :
Untuk pemupukan, saya nggak tahu pasti takarannya. Ya secara insting saja, asal jangan berlebihan. Organik lebih baik ya, karena nggak membuat tanah menjadi padat. Yang perlu diperhatikan adalah penyiraman. Mawar ini nggak seberapa tangguh soal kekeringan. Begitu tanahnya kering, maka daunnya akan langsung layu. Daun mawar jika terlanjur layu, maka kemungkinan besar akan kering dan rontok. Memang bisa tumbuh lagi sih, tapi kan nggak tega gitu kalau melihat mereka menderita :(
Tapi secara keseluruhan si Abracadabra ini nggak rewel. Perhatian khusus adalah hama binatang. Mawar ini doyan banget dijadikan sarang laba-laba :( karena daunnya yang rimbun dan cabang yang lumayan banyak. Jadi buat mereka berasa tinggal di apartement gitu mungkin ya. Hama lainnya yaitu aphid dan ulat bulu tentu saja. Ini hama biasa yang ada di semua tanaman, tapi untuk ulat bulu sendiri tidak terlalu banyak kok. Asal diawasi setiap hari, si ulat bulu nggak akan menjadikan mawar ini gundul tanpa sehelai daun pun.

Rating (5 untuk sempurna)
Daya tahan kekeringan                : ✿✿
Daya tahan hama                         : ✿✿✿
Daya tahan mekar bunga             : ✿✿✿

Scentimental

Ini mawar juga bagus deh. Warnanya bi color juga, magenta dan putih. Harusnya merah darah begitu ya biar seperti bisa dipakai bunga hiasan 17 Agustusan xD Oya, ngomong-ngomong soal nama, ini saya juga berdasarkan hasil googling. Ada beberapa mawar lain yang memiliki warna serupa, seperti fourth of July, namun yang paling mendekati ciri-ciri daun maupun bunga, saya anggap mawar saya ini Scentimental :D Mawar ini mawar pertama yang berhasil survive dalam jangka waktu lama di rumah saya. Dan bunganya itu lho, rajin banget. Dalam arti nggak pernah berhenti berbunga. Kelebihan lainnya adalah tahan hama, ulatnya sedikit dan dengan duri yang jarang. Pokoknya paket lengkap deh si Scentimental ini. Untuk pemula yang ingin menanam mawar, saya sarankan untuk mencari mawar ini di toko bunga terdekat :D Grab it fast!
Fokus pada bunganya ya, bukan pada jari saya xD

Baru mekar :D

Perawatan :
Secara khusus sih nggak ada. Mungkin kalau ada, yaitu pemotongan ranting-ranting kering yang sudah tidak produktif lagi harus lebih sering daripada mawar lainnya. Jangan ragu dan terlalu kasihan untuk memotong mawar yang sedikit layu. Karena kalau anda beruntung, ditinggal tidur semalam saja sudah terlihat tunas bakalan bunga baru :D kalau kurang beruntung ya keesokan harinya, tergantung tingkat kesuburan tanaman juga, hehe.

Rating (5 untuk sempurna)
Daya tahan kekeringan                 : ✿✿✿✿
Daya tahan hama                          : ✿✿✿✿
Daya tahan mekar bunga              : ✿✿✿✿


Note : Semua bunga di sini adalah milik saya, bukan pinjam tetangga ya :D hihi.
 

♥ Baineth's diary Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea